Wednesday, September 16, 2009

Anatomi dan Fisiologi dalam Kedokteran Islam

Anatomi merupakan cabang dari biologi yang berhubungan dengan struktur dan organisasi makhluk hidup. Anatomi bisa juga kerap disebut sebagai ilmu urai tubuh. Anatomi terdiri dari anatomi hewan atau zootomi dan anatomi tumbuhan aliasfitotomi. Tak hanya itu, ada juga beberapa cabang ilmu anatomi lain, yakni anatomi perbandingan, histologi, dan anatomi manusia.

Sedangkan, fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Singkatnya, fisiologi adalah pengetahuan tentang fungsi normal makhluk hidup. Fisiologi juga dibagi menjadi fisiologi tumbuhan dan fisiologi hewan tetapi prinsip dari fisiologi bersifat universal, tidak bergantung pada jenis organisme yang dipelajari.

Sebelum peradaban Islam hadir, studi anatomi telah dikembangkan para ilmuwan di Yunani. Salah satu ilmuwan terkemuka yang mengembangkan studi anatomi adalah Aelius Galenus atau Claudius Galenus alias Galen (129 SM– 200/217 SM) serta Hippocrates (460 SM – 370 SM). Ketika Islam mencapai kejayaannya, studi anatomi dikembangkan para saintis Muslim.

Para ilmuwan Muslim tak hanya mempelajari buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, namun juga mengembangkan, mengkritisi serta menemukan sesuatu yang baru dalam studi anatomi. Ilmuwan masyhur bernama Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya Razi atau al-Razi (865 M- 925 M) berhasil mematahkan teori humorism yang dikemukakan oleh Galen.

Al-Razi merupakan dokter pertama yang menolak teori humorism Galen. Ia meragukan teori Galen itu pada abad ke-10 M. Rhazes mengkritik teori Galen yang menyatakan bahwa tubuh memiliki empat jenis "humor" (zat cair), yang menjadi kunci keseimbangan bagi kesehatan dan mengatur suhu tubuh secara.

Sang dokter Muslim mematahkan teori itu lewat sebuah percobaan. Ia memasukkan suatu cairan dengan temperatur berbeda ke dalam tubuh dengan peningkatan atau penurunan panas tubuh, yang mirip dengan suhu cairan tertentu.

Al-Razi mencatat bahwa minuman hangat akan meningkatkan panas tubuh ke derajat lebih tinggi dari suhu alami. Sehingga minuman akan memicu respons dari tubuh, bukan hanya mentransfer sendiri hangat atau dingin itu.

Dokter Muslim legendaris lainnya melakukan percobaan dalam bidang anatomi dan fisiologi adalah Ibnu Sina (980 M - 1037 M). ''Kontribusi ibnu Sina dalam studi fisiologi adalah mengenalkan eksperimen secara sistematis yang dituangkan dalam The Canon of Medicine," papar Katharine Park dalam karyanya berjudul Avicenna in Renaissance Italy: The Canon and Medical Teaching in Italian Universities after 1500 by Nancy G Siraisi.

Hal serupa juga dilakukan Ibnu al-Haitham (965 M - 1040 M). Bashar Saad dalam karyanya bertajuk "Tradition and Perspectives of Arab Herbal Medicine: A Review", Evidence-based Complementary and Alternative Medicine, menjelaskan, kontribusi al-Haitham dalam bidang anatomi dan fisiologi. Menurut Saad, sang ilmuwan Muslim terkemuka itu banyak melakukan perbaikan tentang proses persepsi penglihatan dalam Kitab Optik-nya, yang diterbitkan pada 1021 M.

"Dokter Muslim melakukan inivasi dan terobosan dalam bidang fisiologi, salah satunya dengan menggunaka hewan untuk percobaan,'' imbuh Saad. Malah, menurut Emile Savage-Smith dalam karyanya bertajuk Attitudes Toward Dissection in Medieval Islam, dokter Muslim di era kejayaan Islam juga menemukan ilmu pembedahan manusia.

Ibnu Zuhr atau Avenzoar (1091 M-1161 M) adalah salah seorang dokter Muslim perintis yang melakukan pembedahan manusia dan bedah mayat postmortem.

Studi anatomi dan fisiologi kemudian dikembangkan oleh dokter Muslim agung bernama Ibnu Nafis (1210 M -1288 M). Ia merupakan orang pertama yang secara akurat mendeskripsikan peredaran darah dalam tubuh manusia. Tak heran, jika Ibnu Nafis dikenal sebaga bapak fisiologi sirkulasi.

Prestasi dan pencapaian gemilang yang ditorehkan dalam binag fisiologi di abad ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama beberapa abad menyatakan bahwa Sir William Harvey dari Kent, Inggris yang hidup di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi paru-paru.

Adalah fisikawan berkebangsaan Mesir, Muhyo Al- Deen Altawi yang berhasil menguak kiprah Al-Nafsi lewat risalah berjudul Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna. Menurut Altawi, kontribusi al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter pertama yang menjelaskan konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu mengembangkan aliran kedokteran Nafsian tentang sistem anatomi, fisiologi, psikologi, dan pulsologi.

Aliran Nafsian yang dikembangkannya itu bertujuan untuk menggantikan doktrin- doktrin kedokteran yang dicetuskan pendahulunya yakni Ibnu Sina alias Avicena dan Galen – seorang dokter Yunani. Al-Nafis menilai banyak teori yang dikemukakan kedua dokter termasyhur itu keliru. Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca indera, perut, terusan empedu, dan anatomi tubuh lainnya.

Guna meluruskan teori dan doktrin kedok teran yang dianggapnya keliru itu, al-Nafsi lalu menggambar diagram yang melukiskan bagian-bagian tubuh yang berbeda dalam sistem fisiologi (kefaalan) yang dikembangkannya. Dalam Kitab Sharh al-Adwiya al-Murakkaba, al-Nafis mengomentari Canon of Medicine karya Ibnu Sina.

Dalam bidang fisiologi, al-Nafis mengungkapkan, ''Darah dari kamar kanan jantung harus menuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian apapun yang menjembatani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak berlubang.'' Al-Nafis pun menambahkan, ‘’Dan bukan seperti apa yang dipikirkan Galen, tak ada pori-pori tersembunyi di dalam jantung. Darah dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit vital.’‘

Selain itu, al-Nafis secara tegas mengungkapkan, ‘’Jantung hanya memiliki dua kamar. Dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka ungkapkan. Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun. Keuntungan yang didapat dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik kanan dengan mudah menuju paru-paru, bercampur dengan udara di dalam paru-paru, kemudian didorong menuju arteria venosa ke bilik kiri dari dua bilik jantung…”

Mengenai anatomi paruparu, Ibnu al-Nafis menulis, ’‘Paru-paru terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronkus, kedua adalah cabangcabang arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena arteriosa. Ketiganya terhubung oleh jaringan daging yang berongga.’


Pengakuan Barat terhadap Dokter Muslim

George Sarton, bapak sejarah Sains mengakui bahwa penemuan sirkulasi paru-paru yang dicapai Ibnu al-Nafis sangat penting artinya bagi dunia kedokteran. ‘’Jika kebenaran teori Ibnu al-Nafis terbukti, maka dia harus diakui sebagai salah seorang dokter yang telah memberi pengaruh terhadap William Harvey. Ibnu Al-Nafis adalah seorang ahli fisiologi terhebat di abad pertengahan,’‘ ungkap Sarton tanpa tedeng aling-aling.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan Max Meyrholf, seorang ahli sejarah yang meneliti jejak kedokteran di dunia Arab.
Meyrholf pun berkata, ‘’Kita telah melihat bahwa Ibnu Al-Nafis telah mengungkapkan penampakan saluran antara dua jenis pembuluh paru-paru.’‘ Penemuan yang mengguncang itu, papar dia, ditemukan tiga abad sebelum Realdo Colombo (wafat 1559 M) – dokter Barat — mencetuskannya.

Dalam William Osler Medal Essay, Edward Coppola pun sepakat bahwa Ibnu al-Nafs adalah penemu sirkulasi paru-paru. Dalam esai itu, Coppola berkata, ‘’Teori sirkulasi paru-paru yang telah ditemukan Ibnu al-Nafis pada abad ke-13 M sungguh tak dapat terlupakan.

Berabad-abad speninggalannya, hasil investigasi anatomi yang dilakukannya telah banyak memberi pengaruh terhadap Realdo Colombo dan Valverde.

Malah, Encarta Encyclopedia 2003, secara tegas mematahkan klaim Barat yang selama berabad-abad mengklaim William Harvey se bagai pencetus teori sirkulasi paru-paru. Beri kut ini pernyataan Encarta Encyclope dia:

’‘Ibnu Al- Nafis begitu termasyhur lewat tulisan-tulis annya tentang fisilogi dan kedokteran. Kitab yang di tulisnya, Sharh Tashrih Al-Qanunmam pu men jelaskan sirkulasi paru-paru be berapa abad sebelum dokter Inggris, William Harver menjelaskan sirkulasi darah pada tahun 1628 M.’‘

Sementara itu, Joseph Schacht, mengungkapkan bahwa teori-terori yang diungkapkan Ibnu Al-Nafis begitu berpengaruh terhadap dokter-dokter di Barat. Selain itu, dia juga memuji Al-Nafis yang mampu melontarkan kritik terhadap Ibnu Sina dan Galen. Al-Nafis mampu mendirikan aliran kedokteran Nafsian dengan membuat penambahan bagian-bagian anatomi manusia. ‘’Kemungkinan Colombo telah mendalami teori-teori Ibnu Al-Nafis,’‘ papar Schacht.

Ahli sejarah lainnya, Taj al-Din al-Subki (wafat 1370 M ) dan Ibnu Qadi Shuhba pun mengakui kehebatan Al-Nafsi. Menurut keduanya, tak pernah ada dokter di dunia ini yang seperti Al-Nafis. ‘’Sebagian orang mengatakan tak ada lagi dokter yang hebat setelah Ibnu Sina selain Ibnu Al-Nafis. Namun, sebagian menyatakan bahwa Al-Nafis lebih baik dari Ibnu Sina,’‘ papar keduanya.


Republika Online
read more...

Ibnu Shuja: Ahli Hitung Terkemuka dari Mesir

"Ahli hitung dari Mesir." Begitulah masyarakat Mesir di era keemasan Islam menjuluki Ibnu Shuja. Ahli matematika Muslim pada abad ke-10 M itu begitu populer. Ia sangat berjasa dalam mengembangkan matematika. Buah pikirnya dalam ilmu hitung sangat berpengaruh baik di dunia Islam maupun Barat.

Ilmuwan Muslim terkemuka dari negeri piramida itu bergelar al-Hasib al-Misri. Nama lengkapnya adalah Abu Kamil Shuja Ibnu Aslam Ibnu Muhammad Ibnu Shuja. Meski pengaruhnya dalam bidang matematika sungguh sangat besar, sosok Ibnu Shuja tak sepopuler ahli matematika Muslim lainnya.

Tak banyak sejarawan yang mengisahkan perjalanan hidup sang ilmuwan. Para sejarawan hanya memperkirakan, Ibnu Shuja lahir sekitar 850 M dan wafat sekitar 930 M. Ia merupakan penduduk asli Mesir. Ia dikenal sebagai penerus al-Khawarizmi (780-850 M). Ibnu Shuja hidup sebelum era Ali bin Ahmad Imrani (955-956 M).

Sebagai penerus al-Khawarizmi, Ibnu Shuja adalah matematikus Muslim yang berupaya menyempurnakan Aljabar karya al-Khawarizmi. Ia juga mempelajari karya al-Khawarizmi lain tentang matematika, seperti determinasi dan konstruksi, persamaan akar kuadrat, perkalian dan pembagian jumlah aljabar, penambahan dan pengurangan akar-akar.

"Ibnu Shuja merupakan orang pertama yang menyelesaikan angka irasional sebagai objek aljabar," papar Sejarawan Matematika, JJ O'Connor dan Edmud F Robertson, dalam karyanya bertajuk "Arabic Mathematics: Forgotten Brilliance?"

Jacques Sesiano dalam karyanya Islamic Mathematics, menyebut Ibnu Shuja sebagai orang pertama yang menerima angka irasional (seringkali dalam bentuk akar kuadrat, akar pangkat tiga atau akar pangkat empat) sebagai solusi untuk persamaan kuadrat atau sebagai koefisien dalam equation.

"Ia juga orang yang pertama memecahkan persamaan tiga non-linear bersamaan dengan tiga variabel yang tidak diketahui," imbuh J Lennart Berggren, dalam karyanya Mathematics in Medieval Islam".

Ibnu Shuja juga dikenal sebagai ahli aljabar tertua setelah pendahulunya al-Khawarizmi. "Meskipun kami tidak tahu kehidupan Ibnu Shuja, tapi kami memahami sesuatu tentang peranan Ibnu Shuja l dalam pengembangan aljabar," imbu J J O'Connor dan Robertson.

O'Connor dan Robertson menambahkan, sebelum al-Khawarizmi, para sejarawan matematika tak memiliki informasi tentang proses perkembangan aljabar di Semenanjung Arab. Peran Ibnu Shuja dinilai penting sebagai salah seorang penenus al-Khawarizmi. Bahkan Ibnu Shuja menekankan bahawa al-Khawarizmi-lah "penemu dari aljabar".

Ibnu Shuja sangat yakin bahwa aljabar merupakan buah pemikiran yang dilahirkan al-Khawarizmi. Keyakinannya itu dituliskan Ibnu Shuja dalam kitabnya yang membahas tentang ''Bapak Aljabar'' itu. Berikut pernyataan Ibnu Shuja tentang sosok al-Khwarizmi, "...seseorang yang pertama kalnya berhasil menulis Kitab Aljabar yang memelopori dan menemukan semua prinsip-prinsip di dalamnya."

Ia menambahkan, "Saya telah membuat, dalam kedua buku, bukti kewenangan al-Khawarizmi dalam aljabar.'' Sebagai seorang ilmuwan terkemuka, Ibnu Shuja telah melahirkan sederet karya dalam bidang matematika dan aljabar.

Maka tidaklah salah, jika para sejarawan matematika memasukan sosok Ibnu Shuja sebagai salah seorang ahli matematika terbesar pada abad pertengahan Islam. Pemikirannya mampu mempengaruhi sederet ilmuwan terkemuka baik dari dunia Islam maupun barat, seperti; Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu al-Husayn al-Karaji (953 – 1029 M) serta ilmuwan Kristiani dari Barat, Leonardo da Pisa atau akrab disapa Fibonacci, (1170 -124 M).

Melalui Fibonancci serta pengikut-pengikutnya yang lain, Ibnu Shuja telah memberikan pengaruh besar pada perkembangan aljabar di Eropa. Tulisan-tulisannnya tentang geometri pun memberikan pengaruh dan konstribusi yang besar terhadap geometri Barat, terutama uraian-uraian aljabar terhadap soal-saol geometrik.

Kontribusi Sang Ilmuwan

Sepanjang hidupnya, Ibnu Shuja telah menghasilkan begitu banyak karya. Bahkan, dalam salah satu karya kompilasi Ibnu an-Nadim yang diterbitkan sekitar 988 M bertajuk al-Fihrist atau (Indeks), yakni sebuah daftar buku-buku tentang matematika dan astrologi, nama Ibnu Shuja pun tercatat.

Al-Fihrist memberikan laporan lengkap tentang literatur Arab yang tersedia pada abad ke-10 M dan menjelaskan dengan ringkas beberapa pengarang dalam literatur ini. Dalam al-Fihrist disebutkan sejuml;ah karya Ibnu Shuja, seperti; Book of Fortune, Book of the Key to Fortune, Book on Algebra, Book on Surveying and Geometry, Book of the Adequate, Book on Omens, Book of the Kernel, Book of the Two Errors, dan Book on Augmentation and Diminution.

Di antara sekian banyak karya Ibnu Shuja, yang hingga kini masih bertahan dan sering dibahas antara lain; Book on Algebra, Book of Rare Things in the Art of Calculation, dan Book on Surveying and Geometry.

Karya Ibnu Shuja kerap dibahas dan diperbincangkan para ahli matematika, sejak F Woopeke mencoba memperkenalkan Kitab fi al-Jam wa at-Tafrik, karya Ibnu Shuja pada 1863 M. Ia menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin dengan judul Augmentum et Diminuti yang terdapat dalam buku Liber Augmenti Diminutionis dan Histoire des Sciences Mathematiques et Italie.

Karya-karya Ibnu Shuja yang tercatat dalam al-Fihrist Hampir diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Kitab at-Ta’arif, misalnya, telah diterjemahkan dan dikomentari oleh H Suter ke dalam buku berjudul “Das Buch der Sletenheiten der Rechenkunst von Abu Kamil Al-Misri”. Buku tersebut menawarkan penyelesaian-penyelesaian integral terhadap persamaan-persamaan tak tentu.

At-Ta’arif juga mempunyai versi bahasa Yahudi yang alihbahasakan oleh Mordekhai Finzi dari Montua pada 1460 M. Fizi juga menerjemahkan beberapa risalah Ibnu Shuja tentang aljabar.

Kitab at-Ta'arif Al-Hisab karya Ibnu Shuja masih tersimpan di Leiden, Belanda, meski tak lagi lengkap. Banyak terjemahan lengkap dalam bahasa Latin tentang risalah ini di Paris. Selain itu, ada pula karya Ibnu Shuja yang diterjemahkan oleh G Sachendote, meski bukan berasal dari buku aslinya yang berbahasa Arab, melainkan lewat bahasa Spanyol.

Kitab al-Jabr (Book on Algebra) yang ditulis sang matematikus tersedia dalam berbagai manuskrip seperti di Istanbul dan Berlin, dan juga dalam aneka bahasa dan terjemahan lain seperti bahasa Ibrani, Jerman, dan Inggris.

Dalam risalahnya tentang al-Jabar, Ibnu Shuja menekuni suatu bab mengenai al-Jabar dengan membentuk analisis dan menyusun beberapa metode yang menakjubkan. Ia juga menjabarkan mengenai analisis inderteminasi yang disebut dalam bagian akhir buku al-Khawarizmi.

Ibnu Shuja mencetuskannya, sebelum Diophantus menerjemahkan Arithmetica ke dalam bahasa Arab. Segera setelah Arithmetica diintroduksikan, dilakukanlah penafsiran besar-besaran terhadap karya Diophantes tersebut. Buah pikir Ibnu Shuja tentang Aljabar lebih dikenal dalam bahasa Latin dan Yahudi.

Dalam banyak hal, Ibnu Shuja masih berkiblat pada pemikiran al-Khawarizmi. Namun dalam banyak pula, dia justru mampu mengungguli pendahulunya itu. Bahkan ia berani mengadakan penambahan dan pengurangan dari akar-akar kuadrat yang hanya melibatkan bilangan-bilangan irasional, yang tak dilakukan oleh matematikus-matematikus sebelumnya. Ibnu Shuja juga menulis tentang turunan dari rata-rata akar, turunan dari rata-rata aljabar, risalah pengukuran lahan/tanah, pengukuran dan geometri, penyatuan dan pemisahan.

Pengaruh Ibnu Shuja terhadap Barat

Karya-karya yang dicapai Ibnu Shuja pada abad ke-10 M merupakan suatu kemajuan yang amat penting. Sacherdote menunjukan bahwa Leonard da Pisa atau Fibonanci sangat hafal betul risalah geomteri karya Ibnu Shuja, dan menyebarkan penggunaannya lewat karyanya “Practica geometriae” atau “Practice of Geometry”.

Leonard da Pisa merupakan salah seorang dari Eropa yang mengelana ke berbagai pusat ilmu pengetahuan Arab pada abad ke-13 M. Ketika kembali ke negaranya, ia menulis dan menterjemahkan buku-buku pengetahuan Arab, termasuk matematika karya Al-Khwarizmi dan Ibnu Shuja.

Leonmard da Pisa inilah yang termasuk salah satu penyebar pengetahuan tentang lembaga bilangan Hindu-Arab ke Eropa lama. Dengan dasar berhitung menurut Ibnu Shuja dan Al-Khawarizmi, Leonard da Pisa berhasil menyusun bukunya Liber Abaci pada 1202 M, yang kemudian disempurnakan pada 1228 M dan menyebar di seluruh Eropa.

Republika Online

read more...

Tuesday, September 15, 2009

Syekh Jampes, Ulama Dunia dari Kediri

Ia terkenal sebagai seorang ulama yang pendiam dan tak suka publikasi. Salah satu ulama yang paling berpengaruh dalam penyebaran ajaran Islam di wilayah nusantara pada abad ke-19 (awal abad ke-20) adalah Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Namun, namanya lebih dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Jampes (kini Al Ihsan Jampes) di Dusun Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Namanya makin terkenal setelah kitab karangannya Siraj Al-Thalibin menjadi bidang ilmu yang dipelajari hingga perguruan tinggi, seperti Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dan, dari karyanya ini pula, ia dikenal sebagai seorang ulama sufi yang sangat hebat.

Semasa hidupnya, Kiai dari Dusun Jampes ini tidak hanya dikenal sebagai ulama sufi. Tetapi, ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang ilmu-ilmu falak, fikih, hadis, dan beberapa bidang ilmu agama lainnya. Karena itu, karya-karya tulisannya tak sebatas pada bidang ilmu tasawuf dan akhlak semata, tetapi hingga pada persoalan fikih.

Dilahirkan sekitar tahun 1901, Syekh Ihsan al-Jampesi adalah putra dari seorang ulama yang sejak kecil tinggal di lingkungan pesantren. Ayahnya KH Dahlan bin Saleh dan ibunya Istianah adalah pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Jampes. Kakeknya adalah Kiai Saleh, seorang ulama asal Bogor, Jawa Barat, yang masa muda hingga akhir hayatnya dihabiskan untuk menimba ilmu dan memimpin pesantren di Jatim.

Kiai Saleh sendiri, dalam catatan sejarahnya, masih keturunan dari seorang sultan di daerah Kuningan (Jabar) yang berjalur keturunan dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon, salah seorang dari sembilan wali penyebar agama Islam di Tanah Air.

Sedangkan, ibunya adalah anak dari seorang kiai Mesir, tokoh ulama di Pacitan yang masih keturunan Panembahan Senapati yang berjuluk Sultan Agung, pendiri Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16.

Keturunan Syekh Ihsan al-Jampesi mengenal sosok ulama yang suka menggeluti dunia tasawuf itu sebagai orang pendiam. Meski memiliki karya kitab yang berbobot, namun ia tak suka publikasi. Hal tersebut diungkap KH Abdul Latief, pengasuh Ponpes Jampes sekaligus cucu dari Syekh Ihsan al-Jampesi.

Membaca dan menulis
Semenjak muda, Syekh Ihsan al-Jampesi terkenal suka membaca. Ia memiliki motto (semboyan hidup), 'Tiada Hari tanpa Membaca'. Buku-buku yang dibaca beraneka ragam, mulai dari ilmu agama hingga yang lainnya, dari yang berbahasa Arab hingga bahasa Indonesia.

Seiring kesukaannya menyantap aneka bacaan, tumbuh pula hobi menulis dalam dirinya. Di waktu senggang, jika tidak dimanfaatkan untuk membaca, diisi dengan menulis atau mengarang. Naskah yang ia tulis adalah naskah-naskah yang berisi ilmu-ilmu agama atau yang bersangkutan dengan kedudukannya sebagai pengasuh pondok pesantren.

Pada tahun 1930, Syekh Ihsan al-Jampesi menulis sebuah kitab di bidang ilmu falak (astronomi) yang berjudul Tashrih Al-Ibarat , penjabaran dari kitab Natijat Al-Miqat karangan KH Ahmad Dahlan, Semarang. Selanjutnya, pada 1932, ulama yang di kala masih remaja menyukai pula ilmu pedalangan ini juga berhasil mengarang sebuah kitab tasawuf berjudul Siraj Al-Thalibin . Kitab Siraj Al-Thalibin ini di kemudian hari mengharumkan nama Ponpes Jampes dan juga bangsa Indonesia.

Tahun 1944, beliau mengarang sebuah kitab yang diberi judul Manahij Al-Amdad , penjabaran dari kitab Irsyad Al-Ibad Ilaa Sabili al-Rasyad karya Syekh Zainuddin Al-Malibari (982 H), ulama asal Malabar, India. Kitab setebal 1036 halaman itu sayangnya hingga sekarang belum sempat diterbitkan secara resmi.

Selain Manahij Al-Amdad , masih ada lagi karya-karya pengasuh Ponpes Jampes ini. Di antaranya adalah kitab Irsyad Al-Ikhwan Fi Syurbati Al-Qahwati wa Al-Dukhan , sebuah kitab yang khusus membicarakan minum kopi dan merokok dari segi hukum Islam.

Kitab yang berjudul Irsyad al-Ikhwan fi Syurbati al-Qahwati wa al-Dukhan (kitab yang membahas kopi dan rokok) ini tampaknya ada kaitannya dengan pengalaman hidupnya saat masih remaja.

Di kisahkan, sewaktu muda, Syekh Ihsan terkenal bandel. Orang memanggilnya 'Bakri'. Kegemarannya waktu itu adalah menonton wayang sambil ditemani segelas kopi dan rokok. Kebiasannya ini membuat khawatir pihak keluarga karena Bakri akan terlibat permainan judi. Kekhawatiran ini ternyata terbukti. Bakri sangat gemar bermain judi, bahkan terkenal sangat hebat. Sudah dinasihati berkali-kali, Bakri tak juga mau menghentikan kebiasan buruknya itu.

Hingga suatu hari, ayahnya mengajak dia berziarah ke makam seorang ulama bernama KH Yahuda yang juga masih ada hubungan kerabat dengan ayahnya. Di makam tersebut, ayahnya berdoa dan memohon kepada Allah agar putranya diberikan hidayah dan insaf. Jika dirinya masih saja melakukan perbuatan judi tersebut, lebih baik ia diberi umur pendek agar tidak membawa mudharat bagi umat dan masyarakat.

Selepas berziarah itu, suatu malam Syekh Ihsan (Bakri) bermimpi didatangi seseorang yang berwujud seperti kakeknya sedang membawa sebuah batu besar dan siap dilemparkan ke kepalanya.''Hai cucuku, kalau engkau tidak menghentikan kebiasaan burukmu yang suka berjudi, aku akan lemparkan batu besar ini ke kepalamu," kata kakek tersebut.

Ia bertanya dalam hati, ''Apa hubungannya kakek denganku? Mau berhenti atau terus, itu bukan urusan kakek,'' timpal Syekh Ihsan.Tiba tiba, sang kakek tersebut melempar batu besar tersebut ke kepala Syekh Ihsan hingga kepalanya pecah. Ia langsung terbangun dan mengucapkan istighfar. ''Ya Allah, apa yang sedang terjadi. Ya Allah, ampunilah dosaku.''

Sejak saat itu, Syekh Ihsan menghentikan kebiasaannya bermain judi dan mulai gemar menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lainnya di Pulau Jawa. Mengambil berkah dan restu dari para ulama di Jawa, seperti KH Saleh Darat (Semarang), KH Hasyim Asyari (Jombang), dan KH Muhammad Kholil (Bangkalan, Madura).

Tawaran Raja Mesir
Di antara kitab-kitab karyanya, yang paling populer dan mampu mengangkat nama hingga ke mancanegara adalah Siraj Al-Thalibin . Bahkan, Raja Faruk yang sedang berkuasa di Mesir pada 1934 silam pernah mengirim utusan ke Dusun Jampes hanya untuk menyampaikan keinginannya agar Syekh Ihsan al-Jampesi bersedia diperbantukan mengajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.

Namun, beliau menolak dengan halus permintaan Raja Faruk lewat utusannya tadi dengan alasan ingin mengabdikan hidupnya kepada warga pedesaan di Tanah Air melalui pendidikan Islam.

Dan, keinginan Syekh Ihsan al-Jampesi tersebut terwujud dengan berdirinya sebuah madrasah dalam lingkungan Ponpes Jampes di tahun 1942. Madrasah yang didirikan pada zaman pendudukan Jepang itu diberi nama Mufatihul Huda yang lebih dikenal dengan sebutan 'MMH' (Madrasah Mufatihul Huda).

Di bawah kepemimpinannya, Ponpes Jampes terus didatangi para santri dari berbagai penjuru Tanah Air untuk menimba ilmu. Kemudian, dalam perkembangannya, pesantren ini pun berkembang dengan didirikannya bangunan-bangunan sekolah setingkat tsanawiyah dan aliyah. Dedikasinya terhadap pendidikan Islam di Tanah Air terus ia lakukan hingga akhir hayatnya pada 15 September 1952.

Siraj Al-Thalibin, Kitab yang Sarat dengan Ilmu Tasawuf

Umat Muslim yang pernah menuntut ilmu agama di pesantren tentu pernah mendengar atau bahkan memiliki sebuah buku berbahasa Arab berjudul Siraj al-Thalibin karya Syekh Ihsan Dahlan al-Jampesi. Kitab tersebut merupakan syarah Minhaj Al-Abidin karya Imam Al-Ghazali, seorang ulama dan filsuf besar di masa abad pertengahan.

Kitab Siraj al-Thalibin disusun pada tahun 1933 dan diterbitkan pertama kali pada 1936 oleh penerbitan dan percetakan An Banhaniyah milik Salim bersaudara (Syekh Salim bin Sa'ad dan saudaranya Achmad) di Surabaya yang bekerja sama dengan sebuah percetakan di Kairo, Mesir, Mustafa Al Baby Halabi. Yang terakhir adalah percetakan besar yang terkenal banyak menerbitkan buku-buku ilmu agama Islam karya ulama besar abad pertengahan.

Siraj al-Thalibin terdiri atas dua juz (jilid). Juz pertama berisi 419 halaman dan juz kedua 400 halaman. Dalam periode berikutnya, kitab tersebut dicetak oleh Darul Fiqr--sebuah percetakan dan penerbit di Beirut, Lebanon. Dalam cetakan Lebanon, setiap juz dibuat satu jilid. Jilid pertama berisi 544 halaman dan jilid kedua 554 halaman.

Kitab tersebut tak hanya beredar di Indonesia dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi juga di negara-negara non-Islam, seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Australia, di mana terdapat jurusan filsafat, teosofi, dan Islamologi dalam perguruan tinggi tertentu. Sehingga, kitab Siraj al-Thalibin ini menjadi referensi di mancanegara.

Tidak hanya itu, kitab ini juga mendapatkan pujian luas dari kalangan ulama di Timur Tengah. Karena itu, tak mengherankan jika kitab ini dijadikan buku wajib untuk kajian pascasarjana Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, sebuah lembaga perguruan tinggi tertua di dunia.

Kitab ini dipelajari beberapa perguruan tinggi lain dan digunakan oleh hampir seluruh pondok pesantren di Tanah Air dengan kajian mendalam tentang tasawuf dan akhlak. Menurut Ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj, seperti dikutip dari situs NU Online , kitab ini juga dikaji di beberapa majelis taklim kaum Muslim di Afrika dan Amerika.

Karya fenomenal ulama dari Dusun Jampes, Kediri, ini belakangan menjadi pembicaraan hangat di Tanah Air. Ini setelah sebuah penerbitan terbesar di Beirut, Lebanon, kedapatan melakukan pembajakan terhadap karya Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Perusahaan penerbitan dengan nama Darul Kutub Al-Ilmiyah ini diketahui mengganti nama pengarang kitab Siraj al-Thalibin dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Bahkan, kitab versi baru ini sudah beredar luas di Indonesia.

Dalam halaman pengantar kitab Siraj al-Thalibin versi penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah, nama Syekh Ihsan al-Jampesi di paragraf kedua juga diganti dan penerbit menambahkan tiga halaman berisi biografi Syekh Ahmad Zaini Dahlan yang wafat pada 1941, masih satu generasi dengan Syeh Ihsan al-Jampesi yang wafat pada 1952. Sementara itu, keseluruhan isi dalam pengantar itu bahkan keseluruhan isi kitab dua jilid itu sama persis dengan kitab asal. Penerbit juga membuang taqaridh atau semacam pengantar dari Syekh KH Hasyim Asyari (Jombang), Syekh KH Abdurrahman bin Abdul Karim (Kediri), dan Syekh KH Muhammad Yunus Abdullah (Kediri).

Kitab tersebut menawarkan konsep tasawuf di zaman modern ini. Misalnya, pengertian tentang uzlah yang secara umum bermakna pengasingan diri dari kesibukan duniawi. Menurut Syekh Ihsan, maksud dari uzlah di era sekarang adalah bukan lagi menyepi, tapi membaur dalam masyarakat majemuk, namun tetap menjaga diri dari hal-hal keduniawian.


Republika Online

read more...

Sumbangan Saintis Muslim dalam Geometri

Geometri merupakan salah satu cabang dalam ilmu matematika. Ilmu Geometri secara harfiah berarti pengukuran tentang bumi, yakni ilmu yang mempelajari hubungan di dalam ruang. Sejatinya, ilmu geometri sudah dipelajari peradaban Mesir Kuno, masyarakat Lembah Sungai Indus dan Babilonia.

Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.

Di era kekhalifahan Islam, para saintis Muslim pun turut mengembangkan geometri. Bahkan, pada era abad pertengahan, geometri dikuasai para matematikus Muslim. Tak heran jika peradaban Islam turut memberi kontribusi penting bagi pengembangan cabang ilmu matematika modern itu.

Pencapaian peradaban Islam di era keemasan dalam bidang geometri sungguh sangat menakjubkan. Betapa tidak. Para peneliti di Amerika Serikat (AS) menemukan fakta bahwa di abad ke-15 M, para cendekiawan Muslim telah menggunakan pola geometris mirip kristal. Padahal, pakar matematika modern saja baru menemukan pla desain geometri itu pada abad ke-20 M.

Menurut studi yang diterbitkan dalam Jurnal Science itu, para matematikus Muslim di era keemasan telah memperlihatkan satu terobosan penting dalam bidang matematika dan desain seni pada abad ke-12 M. "Ini amat mengagumkan," tutur Peter Lu, peneliti dari Harvard, AS seperti dikutip BBC .

Peter Lu mengungkapkan, para matemetikus dan desainer Muslim di era kekhalifahan telah mamapu membuat desain dinding, lantai dan langit-langit dengan menggunakan tegel yang mencerminkan pemakaian rumus matematika yang begitu canggih. ''Teori itu baru ditemukan 20 atau 30 tahun lalu," ungkapnya.

Desain dalam seni Islam menggunakan aturan geometri dengan bentuk mirip kristal yang menggunakan bentuk poligon simetris untuk menciptakan satu pola. Hingga saat ini, pandangan umum yang beredar adalah pola rumit berbentuk bintang dan poligon dalam desain seni Islam dicapai dengan menggunakan garis zigzag yang digambar dengan mistar dan kompas.

"Anda bisa melihat perkembangan desain geometis yang canggih ini. Jadi mereka mulai dengan pola desain yang sederhana, dan lama-lama menjadi lebih kompleks," tambah Peter Lu. Penemuan Peter Lu itu membuktikan bahwa peradaban Islam telah mampu mencapai kemajuan yang luar biasa dalam bidang geometri.

Lantas bagaimana matematikus Islam mengembangkan geometri? Pada abad ke-9 M, matematikus Muslim bernama Khawarizmi telah mengembangkan geometri. Awalnya, ilmu geometri dipelajari sang matematikus terkemuka dari buku berjudul The Elements karya Euklid. Ia pun kemudian mengembangkan geometri dan menemukan beragam hal yang baru dalam studi tentang hubungan di dalam ruang.

Al-Khawarizmi menciptakan istilah secans dan tangens dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dia juga menemukan Sistem Nomor yang sangat penting bagi sistem nomor modern. Dalam Sistem Nomor itu, al-Khawarizmi memuat istilah Cosinus, Sinus dan Tangen untuk menyelesaikan persamaan trigonometri, teorema segitiga sama kaki, perhitungan luas segitiga, segi empat maupun perhitungan luas lingkaran dalam geometri.

Penelitian al-Khawarizmi dianggap sebagai sebuah revolusi besar dalam dunia matematika. Dia menghubungkan konsep-konsep geometri dari matematika Yunani kuno ke dalam konsep baru. Penelitian-penelitian al-Khawarizmi menghasilkan sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan rasional/irasional, besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai objek-objek aljabar.

Penelitian al-Khawarizmi memungkinkan dilakukannya aplikasi sistematis dari aljabar. Sebagai contoh, aplikasi aritmetika ke aljabar dan sebaliknya, aljabar terhadap trigonometri dan sebaliknya, aljabar terhadap teori bilangan, aljabar terhadap geometri dan sebaliknya. Penelitian-penelitian ini mendasari terciptanya aljabar polinom, analisis kombinatorik, analisis numerik, solusi numerik dari persamaan, teori bilangan, dan konstruksi geometri dari persamaan.

Konsep geometri dalam matematika yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi juga sangat penting dalam bidang astronomi. Pasalnya Astronomi merupakan ilmu yang mengkaji tentang bintang-bintang termasuk kedudukan, pergerakan, dan penafsiran yang berkaitan dengan bintang. Guna menghitung kedudukan bintang terhadap bumi membutuhkan perhitungan geometri.

Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Thabit Ibnu Qurra. Matematikus Muslim yang dikenal dengan panggilan Thebit itu juga merupakan salah seorang ilmuwan Muslim terkemuka di bidang Geometri. Dia melakukan penemuan penting di bidang matematika seperti kalkulus integral, trigonometri, geometri analitik, maupun geometri non-Eucledian.

Salah satu karya Thabit yang fenomenal di bidang geometri adalah bukunya yang berjudul The composition of Ratios ( Komposisi rasio). Dalam buku tersebut, Thabit mengaplikasikan antara aritmatika dengan rasio kuantitas geometri. Pemikiran ini, jauh melampaui penemuan ilmuwan Yunani kuno dalam bidang geometri.

Sumbangan Thabit terhadap geometri lainnya yakni, pengembangan geometri terhadap teori Pitagoras di mana dia mengembangkannya dari segi tiga siku-siku khusus ke seluruh segi tiga siku-siku. Thabit juga mempelajari geometri untuk mendukung penemuannya terhadap kurva yang dibutuhkan untuk membentuk bayangan matahari.

Selain itu, ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Ibnu al-Haitham. Dalam bidang geometri, Ibnu al-Haitham mengembangkan analitis geometri yang menghubungkan geometri dengan aljabar. Selain itu, dia juga memperkenalkan konsep gerakan dan transformasi dalam geometri.

Teori Ibnu al-Haitham dalam bidang persegi merupakan teori yang pertama kali dalam geometri eliptik dan geometri hiperbolis. Teori ini dianggap sebagai tanda munculnya geometri non- Euclidean. Karya-karya Ibn al-Haitham itu mempengaruhi karya para ahli geometri Persia seperti Nasir al-Din al Tusi dan Omar Khayyam.

Namun pengaruh Ibn al-Haytham tidak hanya terhenti di wilayah Asia saja. Sejumlah ahli geometri Eropa seperti Gersonides, Witelo, Giovanni Girolamo Saccheri, serta John Wallis pun terpengaruh pemikiran al-Haitham. Salah satu karyanya yang terkemuka dalam ilmu geometri adalah Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib.

Cendekiawan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Abu NasrNasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau biasa disebut Abu Nasr Mansur. Ia merupakana salah satu ahli geometri yang mendalami spherical geometri (geometri yang berhubungan dengan astronomi). Spherical geometri ini sangat penting untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit di dalam astonomi Islam.

Umat Islam perlu menentukan waktu yang tepat untuk shalat, Ramadhan, serta hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dengan bantuan spherical geometri, kini umat Muslimbisa memperkirakan waktu-waktu tersebut dengan mudah. Itulah salah satu warisan ilmu Abu Nasr Mansur bagi kita saat ini.

Para Pengembang Geometri

* Al-Khawarizmi
Ia dilahirkan di Bukhara dan hidup pada awal pertengahan abad ke-9 M. Dia merupakan cendekiawan Islam yang berpengetahuan luas. Dia tidak hanya ahli di bidang geometri tetapi sejumlah ilmu lainnya seperti bidang falsafah, logika, aritmatika, musik, kimia, maupun sejarah Islam.

Ketika masih muda, al-Khawarizmi bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun di Bait al-Hikmah di Baghdad. Dia juga bekerja dalam sebuah observatori guna mempelajari matematika dan astronomi di era kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Al-Khawarizmi juga dipercaya untuk memimpin perpustakaan Khalifah al-Ma’mun. Sejawaran Sains George Sarton mengatakan, “Pencapaian-pencapaian yang tertinggi telah diperoleh oleh orang-orang Timur (maksudnya adalah Al-Khawarizmi).''

* Thabit Ibn Qurra
Thabit lahir di Harran, Mesopotamia yang sekarang merupakan wilayah Turki. Thabit belajar di Bait al-Hikmah yang berada di kota Baghdad. Di pusat keunggulan sains Islam pada era Dinasti Abbasiyah itu, Thabit mempelajari berbagai bidang keilmuan termasuk geometri, astronomi, astrologi, mekanik, pengobatan, mau[un filsafat.

Thabit berbahasa Syiria, namun dia juga mahir berbahasa Yunani. Dia banyak melakukan penerjemahan karya-karya ilmuwan Barat seperti Apollonius, Archimedes, Euclid, dan Ptolemy. Thabit juga dekat dengan Kalifah Abbasiyah Al-Mu'tadid yang memerintah pada tahun 892–902 M.

* Ibnu al-Haitham
Ibnu Haytham lahir di Basra pada tahun 965 M. Para ilmuwan Barat menyebut Haitham sebagai Alhazen. Dia mulai pendidikannya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di kota kelahirannya tersebut. Namun tak lama kemudian, dia memutuskan untuk pindah ke Baghdad.

Kecintaannya kepada ilmu dan rasa hausnya akan pengalaman membuatnya pergi ke Mesir. Ketika berada di Mesir, Haytham mendalami ilmu matematika dan falak. Haitham tidak hanya ahli dalam bidang geometri, tetapi juga dalam bidang falak, pengobatan, maupun filsat. Dia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya dan memberikan inspirasi bagi para ilmuwan Barat seperti astronom Jerman Johannes Kepler dalm menciptakan mikroskop maupun teleskop.

* Abu Nasr
Abu Nasr merupakan ahli geometri yang lahir di Gilan, Persia. Ia anak dari keluarga penguasa Khwarizmi yang hidup antara tahun 960-1036 M. Dia juga murid dari ahli matematika Abu'l Wafa dan teman baik ahli matematika muslim Al-Biruni. Dia dan Biruni sering melakukan kolaborasi yang penting bagi perkembangan matematika.

Republika Online

read more...

Ekologi dan Kesehatan dalam Pandangan Ilmuwan Muslim

Para ilmuwan Muslim di era Kekhalifahan sudah menaruh perhatian yang begitu mendalam terhadap ekologi dan kesehatan. Cendekiawan Islam pada zaman itu berpikir bahwa perubahan ekologi bisa berdampak terhadap kesehatan manusia. Para dokter Muslim di masa kejayaan peradaban Islam telah melakukan kajian mengenai polusi lingkungan yang menyebabkan berbagai penyakit.

Beberapa ilmuwan Muslim di zaman keemasan Islam yang telah mengkaji hubungan antara ekologi dan kesehatan itu antara lain:

Al- Kindi
Pada abad ke-9 M, ilmuwan Muslim bernama Ya'qub ibnu Ishaq al-Kindi telah berhasil menulis risalah tentang cara-cara mengatasi polusi udara agar tak berbahaya bagi kesehatan manusia. Al-Kindi menulis risalah tentang bahaya polusi udara terhadap kesehatan itu bersumber dari buku Sabian atau pengetahuan sekte Mandaean yang merupakan keturunan dari para pemuja bintang di Babilonia. Selain itu, sumber risalah Al-Kindi juga berasal dari buku-buku India.

Qusta ibnu Luqa
Qusta ibnu Luqa dikenal sebagai salah seorang penerjemah dan penulis buku terkemuka di abad ke-10 M. Salah satu karyanya yang terkait dengan isu lingkungan adalah risalah tentang penyakit menular. Ibnu Luqa mengungkapkan, penyakit menular berpindah dari tubuh yang sakit ke tubuh yang sehat. Sedangkan penularannya melalui berbagai macam cara antara lain, melalui udara di sekitar penderita dan melalui infeksi.

Dalam risalahnya, dia juga menerangkan hubungan antara penyakit menular dengan polusi lingkungan. Polusi yang berasal dari bumi antara lain; uap dari hutan dan rawa-rawa, asap dari gunung berapi, dan asap dari jenazah yang dibakar. Lingkungan yang banyak polusinya membuat penyakit menular bisa menular dengan lebih cepat.

Ia juga mengungkapkan, faktor ekstrem dari langit juga bisa membuat orang-orang menjadi mudah sakit, antara lain; panas yang sangat ekstriem pada musim panas dan dingin yang sangat ekstrim pada musim dingin. Dalam cuaca yang sangat ekstrem, papar Ibnu Luqa, kekebalan tubuh manusia cenderung menurun.

Salah satu karya besar yang ditulis Ibnu Luqa adalah buku pedoman kesehatan bagi para jamaah haji yang berjudul Medical Regime for the Pilgrims to Mecca. Buku tersebut berisi petunjuk kesehatan bagi para jamaah haji yang akan menghadapi lingkungan ekstrem di kota Makkah.

Beberapa bab dalam buku tersebut juga berisi tentang kaitan antara lingkungan dengan penyakit diantaranya: Pada bab empat, Ibnu Luqa membahas tentang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh hembusan angin yang berbeda-beda. Selain itu, pada bab enam, ia juga memaparkan tentang batuk dan pilek yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan bagaimana cara menyembuhkannya.

Pada bab ketujuh, Ibnu Luqa juga mengkaji tentang penyakit mata yang disebabkan oleh debu dan angin serta cara menanganinya. Dalam bab kedelapan, sang ilmuwan membahas tentang pengujian tentang berbagai macam air untuk mencari tahu jenis air yang terbaik. Pada bab selanjutnya, Ibnu Luqa memaparkan cara memperbaiki air yang telah terkontaminasi.

Al-Razi
Ilmuwan Muslim lainnya yang mengkaji hubungan antara ekologi dengan kesehatan adalah al-Razi. Sang ilmuwan dikenal sangat peduli dengan berbagai macam kejadian alam. Dalam karyanya yang berjudul Types of Water, al-Kindi mengkaji masalah air dari berbagai macam sudut pandang baik secara medis maupun geologis. Dalam karya itu, dia mengutip beberapa tulisan dari Ibnu Masawaih, Ali ibnu Raban at-Tabari dan Hunain ibnu Ishaq.

Sedangkan dalam risalahnya yang berjudul Epistle on Chronic Coryza at the Bloom of the Roses, al-Razi enggambarkan bagaimana efek debu serbuk sari pada bunga dapat menyebabkan gangguan terhadap saluran pernafasan manusia. Al-Razi juga dikenal sebagai seorang ilmuwan Muslim yang berpikir bebas dan terbebas dari segala macam dogmatisme.

Al-Tamimi

Buku al-Tamimi mengenai hubungan antara ekologi dengan lingkungan bisa dibilang cukup lengkap pada abad ke-10 M. Al-Tamimi membuat buku secara berseri, buku tersebut diklasifikasikan sebagai berikut: Pertama, berbagai macam tipe polusi udara di negara-negara Islam dan hubungannya dengan kondisi geografi.

Kedua, tentang berbagai macam penyakit akibat polusi udara dan berbagai macam infeksi alami. Ketiga, tentang prosedur hieginisasi lingkungan ketika epidemi penyakit terjadi. Keempat tentang cara mengatasi polusi air. Kelima, cara merawat air di kolam dan berbagai macam polusinya.

Keenam, obat untuk menguatkan ketahanan tubuh. Ketujuh, tentang penggunaan wewangian, musik dan terapi psikologi guna meningkatkan kekebalan tubuh dari infeksi. Kedelapan, al-Tamimi juga membahas ciri-ciri cacar dan campak serta cara mengobatinya. Kesembilan, sang dokter juga membahas tentang obat-obatan bagi penderita masuk angin.

Selain buku tersebut, dia juga menulis buku tentang jus asam dan acar untuk mencegah penyakit , buku berisi metode untuk memperbaiki tingkat kualitas udara, dan meningkatkan ketahan tubuh dari penyakit.

Abu Sahl al-Masihi
Al-Masihi merupakan seorang ilmuwan yang terkenal karena keteraturan dan kejelasannya dalam menyusun sebuah karya. Dia mengklasifikasikan penyakit berdasarkan penyebabnya dan menentukan cara penyembuhannya berdasarkan tipe penyakitnya termasuk, jadwal pemberiaan obatnya dan alasannya.

Risalah al-Masihi dibagi menjadi empat seksi antara lain: Pentingnya udara untuk kehidupan, perubahan komposisi isi udara dan dampaknya terhadap kesehatan tubuh, cara epidemi menjangkiti tubuh dan pencegahan dan penyembuhan menurut tipe-tipe epidemi penyakit.

Dalam seksi kedua risalah tersebut, al-Masihi menjelaskan perbedaan antara penyakit endemik (al-amrad al-biladiyyah), penyakit epidemik (al-waba‘), juga penyakit akibat bencana (al-muwatan). Beberapa sebab epidemik antara lain tingkat kelembaban dan kepanasan suhu di udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi normal selama setahun, udara kering yang berlebihan, udara tidak normal, juga bencana alam.

Ibnu Sina
Beberapa karya Ibnu Sina yang terkait antara ekologi dan kesehatan antara lain, proses pelapukan, tipe udara termasuk kualitasnya dan cara perawatannya, penyakit-penyakit yang disebabkan udara yang tidak murni, serta cara mendesain rumah dan pemilihan lokasi rumah berdasarkan kesehatan.

Selain itu, sang dokter agung itu juga membahas tentang kualitas makanan dan dampaknya terhadap kesehatan, binatang-binatang yang menimbulkan polusi dan penyakit.Ia juga menyebutkan tanda-tanda alam yang menunjukkan bakal munculnya wabah atau bencana antara lain, tikus dan binatang-binatang di dalam tanah keluar ke permukaanan. Ini merupakan fenomena alam yang disebutkan oleh Ibn sina untuk pertama kalinya.

Konservasi Lingkungan dalam Pandangan Islam

Seorang Enviromentalis modern bernama Mawil Y Izzi Deen menegaskan, melestarikan lingkungan sebagai bagian dari ekologi hukumnya wajib menurut ajaran Islam.

Asisten profesor Universitas King Abdul Aziz University, Jeddah, Saudi Arabia dalam esainya yang berjudul Islamic Environmental Ethics, Law, and Society, menuturkan, konservasi terhadap lingkungan harus dilakukan, sebab lingkungan merupakan ciptaan Allah SWT dan semua makhluk yang hidup di dalam lingkungan juga merupakan ciptaan-Nya.

Ajaran Islam mengajarkan bahwa alam semesta setiap waktu beribadah dan mengagungkan Allah SWT, termasuk dedaunan yang berdzikir. Bahkan di dalam Alquran sendiri tidak ada firman tertentu yang menyebutkan bahwa alam harus mengabdi kepada manusia. Karena alam sebenarnya mengabdi kepada Allah SWT, maka alam tidak boleh dirusak demi kepentingan manusia yang serakah.

Salah seorang limuwan Muslim pada abad pertengahan Ibn Taymiyah pernah menyatakan, "Dalam ayat-ayat Al Qur'an mengingatkan bahwa Allah SWT menciptakan alam untuk alasan yang lebih baik dari pada hanya melayani manusia. Ayat-ayat Al Qur'an juga hanya menerangkan keuntungan yang bisa diperoleh dari alam untuk kepentingan manusia.”

Dalam ekologi Islam, semua ciptaan di semesta alam ini milik Allah SWT dan bukan milik manusia. Sehingga jika ada yang berpikiran bahwa binatang dan tumbuhan diciptakan untuk dimiliki manusia itu tidak benar. Pemikiran bahwa binatang dan tumbuhan itu diciptakan hanya untuk keuntungan manusia semata mendorong terjadinya perusakan alam dan penggunaan hasil-hasil alam tidak sebagai mana mestinya.

Bahkan Islam juga mengajarkan umatnya untuk berbuat baik kepada alam baik kepada lingkungan, binatang, dan tumbuhan. Nabi Muhammad saw pernah bersabda siapapun yang berbuat baik kepada alam dengan hati yang tulus akan mendapatkan imbalan berupa pahala.

Sejak zaman Nabi Muhammad, Islam telah mengenalkan konsep hima yaitu sebuah zona tertentu untuk konservasi alam. Di dalam zona proteksi tersebut tidak boleh didirikan bangunan atau untuk membuat ladang. Hima digunakan untuk melindungi tumbuh-tumbuhan dan satwa liar. Konsep hima hingga saat ini masih digunakan di negara-negara Islam.

Jika lingkungan tidak dijaga bahkan dirusak, maka akan menimbulkan berbagai macam bencana dan penyakit. Saat ini terjadi banjir di mana-mana akibat penebangan liar yang dilakukan para manusia serakah demi kepentingannya sendiri.

Republika Online



read more...

Keseimbangan Matematika dalam Alquran

Penyebutan angka atau bilangan dalam Alquran, tujuannya agar menjadi ujian bagi orang kafir dan bertambahnya keimanan bagi orang yang beriman.

''Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.'' (QS Ali Imran: 190).''Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).'' (QS Yunus: 5).

''Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang Mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?

' Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.'' (QS Muddatstsir: 31). ''Katakanlah: 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain'." (QS Al-Israa: 88).

Ayat-ayat di atas merupakan beberapa contoh yang disebutkan Allah dalam Alquran mengenai keberadaan angka-angka (bilangan). Tujuannya agar manusia itu menggunakan akalnya untuk berpikir dan meyakini apa yang telah diturunkan, yakni Alquran. Allah menciptakan alam semesta ini dengan perhitungan yang matang dan teliti. Ketelitian Allah itu pasti benar. Dan, Dia tidak menciptakan alam ini dengan main-main. Semuanya dibuat secara terencana dan perhitungan.

Abah Salma Alif Sampayya, penulis buku Keseimbangan Matematika dalam Alquran , menyatakan, bilangan adalah roh dari matematika dan matematika merupakan bahasa murni ilmu pengetahuan ( lingua pura ). Setiap bilangan memiliki nilai yang disebut dengan angka. Peranan matematika dalam kehidupan pernah dilontarkan oleh seorang filsuf, ahli matematika, dan pemimpin spiritual Yunani, Phitagoras (569-500 SM), 10 abad sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Phitagoras mengatakan, angka-angka mengatur segalanya.

Kemudian, 10 abad setelah kelahiran Rasulullah SAW, Galileo Galilea (1564-1642 M), mengatakan: Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menulis alam semesta).Hal ini menunjukkan bahwa mereka mempercayai kekuatan angka-angka (bilangan) di dalam kehidupan. Senada dengan pendapat Galileo, Carl Sagan, seorang fisikawan dan penulis novel fiksi ilmiah, mengatakan, matematika sebagai bahasa yang universal.

Dalam Alquran disebutkan sejumlah angka-angka. Di antaranya, angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 19, 20, 30, 40, 80, 100, 200, 1000, 2000, 10 ribu, hingga 100 ribu. Penyebutan angka-angka ini, bukan asal disebutkan, tetapi memiliki makna yang sangat dalam, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya, ketika ada yang bertanya mengenai jumlah penjaga neraka Saqar, dalam surah al-Muddatstsir ayat 31 disebutkan sebanyak 19 orang. Allah menciptakan langit dan bumi selama enam masa. Tuhan adalah satu (Esa), bumi dan langit diciptakan sebanyak tujuh lapis, dan lain sebagainya.

Penyebutan angka-angka ini, menunjukkan perhatian Alquran terhadap bidang ilmu pengetahuan, khususnya matematika. Yang sangat menakjubkan, beberapa angka-angka yang disebutkan itu memiliki keterkaitan antara yang satu dan lainnya. Bahkan, di antaranya tak terpisahkan. Begitu juga, ketika banyak ulama dan ahli tafsir berdebat mengenai jumlah ayat yang ada didalam Alquran. Sebagian di antaranya menyebutkan sebanyak 6.666 ayat, 6.234 ayat, 6.000 ayat, dan lain sebagainya. Perbedaan ini disebabkan adanya metode dalam perumusan menentukan sebuah ayat.

Bismillahirrahmanirrahim yang diletakkan sebagai kalimat pembuka dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Alquran, memiliki susunan angka yang sangat menakjubkan. Kalimat basmalah itu bila dihitung hurufnya mulai dari ba hingga mim, berjumlah 19 huruf. Angka 19 ini, ternyata menjadi 'kunci utama' dalam bilangan jumlah surah, jumlah ayat, dan lainnya di dalam Alquran.

Begitu juga dengan angka tujuh, bukanlah sekadar menyebutkan angkanya, tetapi memiliki perhitungan dan komposisi yang sangat tepat. Misalnya, jumlah ayat dalam surah Al-Fatihah sebanyak tujuh ayat dan jumlah surah-surah terpanjang dalam Alquran (lebih dari 100 ayat) berjumlah tujuh surah.

Penyebutan angka-angka itu bukanlah secara kebetulan atau asal bunyi (asbun). Semuanya sudah ditetapkan oleh Allah dengan komposisi yang jelas dan akurat. Tidak ada kesalahan sedikit pun. ''Kitab (Alquran) ini tak ada keraguan di dalamnya dan ia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.'' (QS Al-Baqarah: 2).

''Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.'' (QS Al-Baqarah: 23). ''(Alquran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.'' (QS Ibrahim: 52).

Karena itulah, Stephen Hawking, seorang ilmuwan dan ahli matematika terkenal, yang pada awalnya tidak membutuhkan hipotesis Tuhan dalam mempelajari alam semesta, meyakini adanya unsur matematika yang mengagumkan yang melekat di dalam struktur kosmos (alam semesta). Hawking mengatakan, ''Tuhanlah yang berbicara dengan bahasa itu.''

Hal yang sama juga diungkapkan Albert Einstein, fisikawan terkenal dan penemu bom atom. ''Tuhan tidak sedang bermain dadu,'' ungkap Einstein. Semua berdasarkan perhitungan, ukuran, dan perencanaan yang matang, bahkan ketika dentuman besar ( big bang ) pertama, di mana Allah dengan kata Kun Fayakun -nya, menciptakan alam semesta dalam hitungan t=0 hingga detik 10 pangkat minus 43 detik.

Stephen Hawking mengatakan, ''Seandainya pada saat dentuman besar terjadi kurang atau lebih cepat seperjuta-juta detik saja, alam semesta tidak akan seperti (sekarang) ini.''Itulah rahasia Allah. Semua yang disebutkan-Nya di dalam Alquran, menjadi tanda dan petunjuk bagi umat manusia, agar mereka beriman dan meyakini kebenaran pada kitab yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. Wa Allahu A'lam.

Sejarah Angka di Dunia

Hampir tak ada negara di dunia yang tak mengenal angka (bilangan). Semuanya mengenal angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0. Angka-angka itu menjadi roh dalam ilmu matematika. Sulit dibayangkan, andai tak ditemukan angka-angka tersebut.

Dalam berbagai literatur yang ada, tak disebutkan siapa orang yang pertama kali menemukan angka-angka atau bilangan tersebut. Yang pasti, menurut Abah Salma Alif Sampayya, dalam bukunya Keseimbangan Matematika dalam Alquran , catatan angka pertama kali ditemukan pada selembar tanah liat yang dibuat suku Sumeria yang tinggal di daerah Mesopotamia sekitar tahun 3.000 SM.

Bangsa Mesir kuno menulis angka pada daun lontar dengan tulisan hieroglif yang dilambangkan dengan garis lurus untuk satuan, lengkungan ke atas untuk puluhan, lengkungan setengah lingkaran menyamping (seperti obat nyamuk) untuk ratusan, dan untuk jutaan dilambangkan dengan simbol seorang laki-laki yang menaikkan tangan. Sistem ini kemudian dikembangkan oleh bangsa Mesir menjadi sistem hieratik.

Bangsa Roma menggunakan tujuh tanda untuk mewakili angka, yaitu I, V, X, L, C, D, dan M, yang dikenal dengan angka Romawi. Angka ini digunakan di seluruh Eropa hingga abad pertengahan.Sementara itu, angka modern saat ini, berasal dari simbol yang digunakan oleh para ahli matematika Hindu India sekitar tahun 200 SM, yang kemudian dikembangkan oleh orang Arab. Sehingga, angka tersebut disebut dengan angka Arab.

Dibandingkan dari seluruh angka yang ada (1-9), angka 0 (nol) merupakan angka yang paling terakhir kemunculannya. Bahkan, angka nol pernah ditolak keberadaannya oleh kalangan gereja Kristen. Orang yang paling berjasa memperkenalkan angka nol di dunia ini adalah al-Khawarizmi, seorang ilmuwan Muslim terkenal. Dia memperkenalkan angka nol melalui karyanya yang monumental Al-Jabr wa al-Muqbala atau yang lebih dikenal dengan nama Aljabar . Angka nol ini kemudian dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonacci dalam karyanya Liber Abaci , dan semakin dikenal luas pada zaman Renaisance dengan tokoh-tokohnya, antara lain, Leonardo da Vinci dan Rene Descartes.

Pada mulanya, angka nol digambarkan sebagai ruang kosong tanpa bentuk yang di India disebut dengan sunya (kosong, hampa).Hingga kini, angka nol memiliki makna yang sangat khas dan memudahkan seseorang dalam berhitung. Namun, ada kalanya keberadaan angka nol ini dapat menimbulkan kekacauan logika.

''Jika suatu bilangan dibagi dengan nol, hasilnya tidak dapat didefinisikan. Bahkan, komputer sekalipun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol,'' jelas Sampayya.Komputer diperintahkan berhenti berpikir bila bertemu dengan sang divisor nol. Hasil yang tertera pada komputer angka menunjukkan #DIV/0!.

Meyakini Kebenaran Alquran

Keistimewaan dan keajaiban angka-angka yang ada dalam Alquran, sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan bukti keteraturan dan keseimbangan yang dilakukan oleh Sang Pencipta dalam menyusun dan membuat Alquran serta alam semesta. Tak mungkin manusia mampu melakukan keseimbangan dan keteraturan yang demikian sempurna itu dalam sebuah hasil karyanya, selain Allah SWT.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 2-3, Allah menjelaskan tujuan dari diturunkannya Alquran, yakni menjadi petunjuk bagi umat manusia untuk membedakan antara yang hak (benar) dan yang batil (salah). Sebab, tidak ada yang perlu diragukan lagi semua keterangan Alquran. Karena itulah, seluruh umat Islam di dunia ini, wajib untuk meyakini dan mempercayai kebenaran Alquran.

Penyebutan angka-angka dan keteraturan yang terdapat di dalamnya, merupakan bukti keistimewaan dan kemukjizatan Alquran. Keseimbangan dan keteraturan sistem numerik (bilangan) dalam Alquran dengan penciptaan alam semesta, menggambarkan hanya Allah SWT sebagai Tuhan yang satu.

''Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang Mukmin itu tidak ragu-ragu.'' (QS Al-Muddatstsir: 31). Wa Allahu A'lam.


Republika Online
read more...

Kisah Penerbangan Celebi Bersaudara

Peristiwa penerbangn lagendaris itu dicatat sebagai peristiwa terbang berawak vertikal pertama yang menggunakan sistem pendorong cerupa tujuh roket dengan bubuk mesiu sebanyak 300 pound.

Peradaban Barat mengklaim Wright bersaudara (Wright brothers), Orville dan Wilbur sebagai penemu pesawat terbang pertama. Pada 17 Desember 1903, keduanya berhasil menerbangkan pesawat yang dibuatnya. Padahal, tiga abad sebelum Wright bersaudara mencoba melakukan penerbangan, dari Kekhalifahan Turki Usmani, Celebi bersaudara telah melakukan hal yang sama.

Pada abad ke-17 M, dua ilmuwan Muslim bersaudara itu berhasil melakukan uji coba penerbangan. Celebi bersaudara dikenal sangat tertarik dan cinta terhadap ilmu pengetahuan khususnya fisika, yang terkait dengan dunia penerbangan. Setiap hari, mereka berdua belajar dan mempraktikkan ilmu penerbangan.

Hingga akhirnya, Celebi bersaudara berhasil menerbangkan pesawat ciptaan mereka sendiri meskipun dengan teknologi yang cukup sederhana. Tetapi pesawat hasil ciptaan mereka merupakan model dari pesawat-pesawat di dunia penerbangan modern saat ini. Kedua bersaudara itu adalah:

* Hezarfen Ahmet Celebi
Herzafen Ahmet Celebi merupakan saudara laki-laki Lagari Hasan Celebi. Pada suatu ketika terjadi pertempuran sengit di laut antara tentara Turki Usmani dengan pasukan asal Genoa, Italia. Dalam pertempuran yang dahsyat itu, akhirnya tentara Turki, termasuk di dalamnya Herzafen menjadi pemenangnya.

Sedangkan Fransesca, putri sang kapten kapal dari Genoa juga selamat dari pertempuran dan menjadi tawanan tentara Turki Usmani. Tak berapa lama kemudian, Hezarfen yang masih muda jatuh cinta kepada Fransesca hingga akhirnya mereka menikah. Rupanya Fransesca merupakan perempuan yang cerdas.

Dia juga banyak memiliki ilmu pengetahuan dari riset-riset penerbangan yang pernah dilakukan oleh para ilmuwan di negaranya, Italia. Akhirnya dibantu oleh Fransesca dan saudaranya Lagari, Hezarfen melakukan riset untuk menciptakan pesawat terbang.

Hezarfen sendiri sangat terobsesi untuk menciptakan pesawat terbang karena terinspirasi oleh seorang ilmuwan Muslim sebelumnya yang juga sangat tertarik dengan dunia penerbangan yakni Ismail Cevheri. Tetapi pada masa percobaannya, Ismail mengalami kegagalan.

Ismail melakukan uji coba pesawatnya dengan terbang dari sebuah menara pada abad ke-10. Tetapi karena dia kurang memiliki pengetahuan tentang aerodinamika sayap, Ismail terjatuh saat melakukan penerbangan dan menghembuskan nafas terakhirnya seketika itu juga. Oleh karena itu, Herzafen berupaya keras untuk menyempurnakan riset penerbangan Ismail Cevheri bersama saudaranya.

Herzafen terus melakukan riset penerbangan. Setelah melakukan riset studi terhadap burung dan melakukan percobaan penerbangan sebanyak sembilan kali, maka Herzafen memberanikan diri untuk memperagakan penerbangan pesawatnya di depan Sultan Murad ke-IV dan penduduk Istanbul pada 1630.

Herzafen akhirnya melakukan penerbangan dari menara Galata yang tingginya 183 kaki dengan pesawat terbangnya yang sederhana terbuat dari kulit binatang yang disangga oleh rangka-rangka kayu. Herzafen berhasil terbang dengan tinggi di atas 150 meter dari permukaan air laut menuju Oskudar.

Selama penerbangan, Herzafen terus berusaha menyeimbangkan arah angin dan arah terbangnya hingga akhirnya mendarat dengan selamat di sebuah padang rumput Doganciar di Oskudar. Jarak terbang yang telah dia tempuh mencapai 3.200 meter.

Hezarfen merupakan orang pertama yang melakukan penerbangan lintas benua dari Eropa menuju Asia. Berkat kehebatannya, Sultan Murad ke-IV yang menyaksikan sendiri peristiwa tersebut memberikan hadiah kepada Herzafen berupa 1.000 keping emas.

* Lagari Hasan Celebi
Kehebatan Lagari tak jauh berbeda dengan saudaranya, Herzafen. Lagari merupakan orang yang sangat giat dalam melakukan penelitian tentang pesawat terbang bertenaga dorong ledakan yang sekarang disebut dengan nama roket.

Lagari pertama kali menerbangkan roketnya pada saat kelahiran putri Sultan Murad ke-IV dari Istana Topkapi, Istanbul pada 1633. Saat akan meluncurkan roketnya, Lagari masuk ke dalam sebuah kerangkeng yang terhubung dengan roket. Kemudian dengan berhati-hati dia menyulut bubuk mesiu yang berada di dalam roket.

Lalu percikan bunga api yang disertai asap pun mulai terlihat dan tak berapa lama kemudian roket yang membawa kerangkeng Lahari pun terbang menuju ke angkasa. Setelah mencapai ketinggian tertentu, bubuk mesiu pada roket pun habis terbakar.

Dengan sigap Lahari lalu keluar dari kerangkeng dengan menggunakan bajunya yang semacam parasut untuk mendarat ke muka bumi lagi. Akhirnya dia mendarat dengan selamat di tempat peristirahatan Sultan Murad ke-IV di Sinan Pasha.

Peristiwa penerbangan Lagari itu dicatat sebagai peristiwa terbang berawak vertikal pertama yang menggunakan sistem pendorong berupa tujuh buah roket dengan bubuk mesiu sebanyak 300 pound. Menurut catatan sejarah, Lagari berhasil mencapai ketinggian kira-kira 300 meter dalam jangka waktu selama 20 detik.

Karena prestasinya yang gemilang, Sultan Murad ke-IV memberikan penghargaan kepada Lagari dengan mengangkatnya menjadi salah satu pejabat militer terpenting di Angkatan Darat Turki. Berita kehebatan dua ilmuwan penerbangan yang bersaudara ini begitu menghebohkan negara-negara di Eropa. Bahkan berita kesuksesan penerbangan Celebi bersaudara itu menjadi buah bibir publik di Inggris pada 1638, dan dicatat oleh seorang penulis terkenal John Winkins dalam bukunya yang berjudul Discovery of New World.

Namun akibat terjadinya berbagai macam intrik politik di Istana Topkapi yang berusaha menjatuhkan kejayaan Celebi bersaudara, hubungan yang telah terjalin dengan baik antara Celebi bersaudara dengan Sultan Murad IV pun merenggang, bahkan kian memburuk dari waktu ke waktu.

Akhirnya Celebi bersaudara yang sangat berjasa terhadap dunia penerbangan modern saat ini dibuang ke negara Afrika, tepatnya di Aljazair dengan status tahanan politik. Setelah itu, mereka berdua dipindahkan dari pengasingan di Aljazair ke pengsingan di Crimea.

Celebi bersaudara yang kepandaiannya mencengangkan dunia, berakhir dengan tragis dengan menghembuskan nafas terakhirnya di pengasingan di Crimea pada sekitar 1640. Crimea pada kemudian hari, menjadi tempat percobaan roket Rusia.


Sejarah Penerbangan Legendaris

Kisah penerbangan Celebi bersaudara menjadi sebuah kisah yang melegenda. Upaya Celebi bersaudara itu dicatatat oleh seorang petualang yang juga penulis abad ke-17 M yakni Evliya Celebi dalam bukunya yang berjudul Seyahatname.

Evliya menuliskan kisah penerbangan Herzafen sebagai berikut:

Pertama-tama Herzafen berusaha melakukan penerbangan dengan meluncur dari atas Menara Okmeydani antara delapan hingga sembilan kali dengan kekuatan sayap yang diterpa angin.

Lalu, Sultan Murad Khan yang juga disebut sebagai Sultan Murad IV melihatnya dari rumah peristirahatan Sinan Pasha yang terletak di Sarayburnu. Herzafen terbang dari puncak menara Galata menuju Dogancilar di Uskudar dengan bantuan angin yang berhembus dari barat daya.

Sultan Murad IV kagum dengan pencapaian Herzafen. Sebenarnya, nama Herzafen sendiri bukan nama lahir pemberian kedua orangtuanya. Nama Herzafen merupakan pemberian dari Evliya Celebi sebagai penghargaan atas kehebatan Ahmed Celebi yang bisa menerbangkan pesawat untuk pertama kalinya. Herzafen sendiri memiliki arti yaitu seribu pengetahuan.

Selain menuliskan kisah penerbangan Herzafen, Evliya juga menuliskan kisah penerbangan saudaranya, Lagari yang menjadi penerbang roket untuk pertama kalinya dengan menggunakan bubuk mesiu. Kehebatan Celebi bersaudara membuat Evliya terkagum-kagum dan mengabadikan kisah mereka di dalam karya besarnya.

Dalam catatan perjalanan bersejarah Evliya, Seyahatname, Sultan Murad ke-IV juga mengatakan, “Herzafen Ahmed Celebi telah membuka era baru dalam sejarah penerbangan.'' Keberanian dan kehebatan Celebi bersaudara benar-benar terukir dalam sejarah penerbangan dunia. Mereka berdua memang pantas mendapat tempat khusus dalam sejarah penerbangan.

Akhirnya untuk mengenang jasa-jasa Celebi bersaudara terhadap dunia penerbangan, Pemerintah Turki modern mengabadikan nama Hezarfen Ahmet Celebi dengan memberikan nama tersebut pada sebuah bandara udara di Istanbul, Turki.

Republika Online


read more...

Piri Reis, Kartografer Terkemuka di Abad XVI

Peradaban Islam pernah memiliki seorang geografer dan kartografer (pembuat peta) terkemuka pada abad ke-16 M. Sang kartografer berhasil membuat peta yang kerap disebut sebagai petunjuk dunia baru. Geografer sekaligus kartografer kebanggaan Kekhalifahan Turki Usmani itu bernama Piri Reis

Geografer masyhur itu bernama lengkap Hadji Muhiddin Piri Ibnu Hadji Mehmed. Ia terlahir di kota Gallipoli yang terletak di dekat Pantai Aegea pada 1465. Selain dikenal sebagai seorang geografer dan kartografer, Piri juga sembat menduduki jabatan Laksamana di Kekhalifahan Turki Usmani.

Jejak hidup Piri mulai diperbincangkan, ketika para sejarawan menemukan peta dunia yang dibuatnya pada 1513 M. Peta dunia yang diciptakan Piri ditemukan di Istana Topkapi Istanbul pada 1929. Yang paling menakjubkan, peta buatan Piri itu mampu menampilkanpeta Amerika zaman kuno.

Tak heran, jika peta yang diciptakannya ditabalkan sebagai ''petunjuk dunia baru''. Salah satu peta Amerika tertua lainnya sempat dibuat Juan de la Cosa pada 1500 M, yang sampai saat ini masih disimpan di dalam Museum Kelautan di Madrid, Spanyol.

Peta karya Piri begitu fenomenal. Betapa tidak, dalam peta dunia pertamanya, Piri berhasil menampilkan peta dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi dalam menggambarkan jarak dan posisi antarbenua yang ada di dunia. Posisi benua Afrika dan Amerika dibuat demikian detil dan teliti, termasuk memasukkan gambar Amerika Selatan.

Kehebatan Piri juga terletak pada kemampuannya menggambarkan posisi-posisi benua maupun negara-negara dengan letak yang akurat. Sangat sulit untuk menemukan kartografer sehebat Piri, pada zamannya. Peta buatan Piri dikenal sangat akurat. Berkat kehebatannya itulah, Piri pun menjelma menjadi kartografer terkemuka pada zamannya.

Sejumlah ahli mengatakan Piri membuat peta dunia pertamanya dengan pusatnya di Sahara.
Namun, seorang ilmuwan yang bernama Charles Hapgood dalam bukunya yang berjudul Maps of the Ancient Sea Kings: Evidence of Advanced Civilization in the Ice Age, menduga, Piri membuat peta dunia pertamanya berdasarkan pengetahuannya tentang Antartika dari peradaban Zaman Es.

Pada 1528, Piri membuat peta dunianya yang kedua dengan menggambarkan Greenland dan Amerika Utara dari Labardor, Newfoundland, hingga ke arah utara menuju Florida, Kuba, dan bagian dari Amerika Tengah.

Sebelum berkiprah dalam bidang geografi dan kartografi, Piri mulai bekerja di Angkatan Laut Kekhalifahan Turki Usmani pada 1481. Ia mengikuti jejak pamannya yang bernama Kemal Reis, pelaut ulung pada masa itu. Berbagai ekspedisi diikuti Piri dalam kariernya sebagai seorang marinir.Pada saat berekspedisi bersama Angkatan Laut Turki Usmani, Piri ikut bertarung melawan pasukan angkatan laut Spanyol, Genoa, juga Venezia. Dia juga ikut bertempur dalam Pertempuran Lepanto I pada 1499. Pa 1500, ia terlibat dalam Pertempuran Lepanto II, yang juga dikenal sebagai Pertempuran Modon.

Setelah pamannya Kemal Reis meninggal pada 1511, Piri kembali dari pertempuran menuju Gallipoli. Dia lalu mulai menulis bukunya yang berjudul Kitab-i Bahriye (Buku Tentang Navigasi). Pada 1513, dia membuat peta dunianya yang pertama berdasarkan puluhan peta tua yang dia koleksi dan dari perjalanannya.

Rupanya Piri juga memiliki koleksi peta buatan Christopher Columbus. Menurut catatan sejarah, Piri mendapatkan peta dari pamannya Kemal Reis yang diperoleh saat bertempur dengan pasukan Spanyol. Pada waktu itu, pamannya menangkap tujuh kapal Spanyol di Valencia, di sana terdapat beberapa kru Columbus yang membawa peta itu, dan merebutnya dari mereka.

Pada 1516, Piri kembali melaut dengan kapal milik Kekaisaran Turki Usmani. Dia ikut bertempur melawan Mesir pada 1516 hingga 1517. Pada tahun yang sama, dia juga berhasil menunjukkan peta dunianya yang pertama kepada Sultan Selim I.

Piri kemudian menyelesaikan karyanya Kitab-i Bahriye pada 1521. Lalu dia ikut bertempur melawan Ksatria St John dengan pasukan Kekaisaran Turki Usmani. Dalam pertempuran tersebut Ksatria St John kalah dan menyerahkan Pulau Rhodes kepada Turki Usmani pada t25 Desember 1522.

Dua tahun kemudian, Piri didaulat menjadi kapten kapal Turki Usmani dan mengantarkan Wazir Kekaisaran Turki Usmani, Makbul Ibrahim Pasah menuju Mesir. Sang wazir kemudian memberitahu Piri untuk mengedit bukunya dan menghadiahkan buku tersebut kepada Sultan Sulaiman Yang Agung pada 1525.

Tiga tahun kemudian, dia mempersembahkan peta dunia keduanya kepada Sultan Sulaiman. Berkat prestasinya yang semakin moncer, pada 1547, Piri diangkat sebagai laksamana armada Turki Usmani. Dia memimpin armadanya ke Samudera Hindia dan ke Mesir lalu membuat kantor di terusan Suez.

Setahun kemudian, tepatnya pada 26 Februari 1548, dia mengambil Aden dari Portugis dan mengambil Muskat, Oman yang berada di bawah kekuasaan Portugis sejak 1507 dan menjadi pulau yang penting di Kish. Dalam ekspedi berikutnya, Piri menaklukan Pulau Hormuz yang terletak di Selat Hormuz yang menjadi pintu masuk menuju Teluk Persia.

Ketika Portugis mulai meningkatkan perhatiannya ke Teluk Persia, Piri berusaha keras menaklukkan Semenanjung Qatar dan Pulau Bahrain. Penaklukan kedua wilayah tersebut dilakukan oleh Piri untuk mengusir dan mendesak Portugis supaya tidak memiliki armada di pantai-pantai di Arab. Hal itu tentu saja akan menyulitkan Portugis untuk menaklukan wilayah-wilayah di Timur Tengah.

Setelah melakukan penaklukan kedua wilayah tersebut, dia kembali lagi ke Mesir. Ketika usianya mencapai 90 tahun, dia menolak permintaan Gubernur Basra di bawah kekaisaran Turki Usmani untuk membantu melawan Portugis di bagian Utara Teluk Persia mengingat usianya yang semakin renta. Dia khawatir dengan kekuatan kondisi fisiknya yang semakin lemah.

Hingga kini, kiprah dan dedikasi Piri terus dikenang masyarakat Turki. Guna mengenang jasanya yang tak ternilai, sejumlah kapal perang dan kapal laut milik Angkatan Laut Turki diberi nama Piri Reis.

Kitab-i Bahriye, Adikarya Sang Kartografer

Kitab-i Bahriye berarti buku tentang Navigasi. Ini merupakan salah satu karya Piri Reis yang sangat legendaris. Buku tersebut merupakan buku navigasi yang diaukui kehebatannya, sangat bagus dan detail. Kitab-i Bahriye berisi informasi yang mendetil tentang pelabuhan-pelabuhan utama, laut, teluk, semenanjung, tanjung, berbagai pulau, selat, juga tempat-tempat peristirahatan di Laut Mediterania.

Dalam buku tersebut, Piri juga menuliskan tentang informasi yang berhubungan antara astronomi dengan navigasi. Selain itu, dia juga menginformasikan tentang berbagai macam teknik navigasi di lautan. Buku tersebut juga berisi mengenai orang-orang lokal dari setiap negara yang terletak di Laut Mediterania, termasuk juga budaya lokalnya.

Kitab-i Bahriye ditulis Piri antara 1511 hingga 1521. Lalu buku tersebut diedit lagi dengan penambahan berbagai macam informasi baru pada 1524. Piri mendedikasikan buku itu untuk Sultan Sulaiman. Buku tersebut merupakan hasil perjalanan bersama pamannya Kemal Reis selama berkeliling Laut mediterania.

Dalam buku setebal 434 halaman itu terdapat sebanyak 290 peta. Kitab-i Bahriye memiliki dua bagian penting. Bagian pertama berisi tentang tipe-tipe badai di laut, teknik menggunakan kompas, juga informasi tentang pelabuhan dan pantai-pantai. Dia juga menuliskan teknik navigasi berdasarkan bintang dan karakteristik samudera-samudera utama.

Bagian kedua dari Kitab-i Bahriye berisi tentang pentujuk pelayaran. Setiap topik berisi gambar peta tentang pulau maupun pantai. Di bagian kedua dia menggambarkan Selat Dardanela, terus menggambarkan pulau-pulau dan pantai-pantai di Laut Aegea, Laut Ionea, Laut Adriatik, Laut Tirania, Laut Liguria serta Riviera Prancis.

Piri juga melengkapinya dengan Pulau-pulau Balearik, Pantai Spanyol, Selat Gibraltar, Pulau Canary, Pantai-pantai di Afrika Utara, Mesir, Sungai Nil, juga pantai-pantai di Anatolia. Pada bagian ini, dia juga menuliskan berbagai macam bangunan penting maupun monumen di setiap kota yang dia kunjungi.

Kopian pertama Kitab-i Bahriye banyak ditemukan di berbagai perpustakaan dan museum di seluruh dunia. Kopian yang pertama yang diterbitkan pada 1521, ditemukan tersimpan di Istana Topkapi, sedangkan kopian lainnya tersimpan di perpustakaan Nuruosmaniye dan perpustakaan Suleymaniye di Istanbul, di Perputakaan Nasional Vienna, di Perputakaan Nasional Prancis, di Museum Inggris di London, di Perpustakaan Bodleian di Oxford, juga di museum seni Walters di Baltimore.

Sedangkan kopian kedua Kitab-i Bahriye juga ditemukan di Istana Topkapi, di Perpustakaan Kopruluzade Fazil Ahmed Pasa dan di Perpustakaan Suleymaniye Turki, juga di Perpustakaan nasional Prancis.

Republika Online



read more...

Jamshid Al-Kashi, Ilmuwan Besar dari Dinasti Timurid

Al-Kashi merupakan ilmuawan yang sangat hebat, dan salah seorang yang paling terkenal di dunia.

Jamshid al-Kashi merupakan salah seorang matematikus masyhur di dunia Islam. Ia adalah seorang saintis yang mengembangkan matematika dan astronomi pada zaman kejayaan Dinasti Timurid, di Samarkand abad ke-14 M. Ia berjasa mengembangkan ilmu matematika dan astronomi dengan sederet penemuannya.

Al-Kashi terlahir pada 1380 di Kashan, sebuah padang pasir di sebelah utara wilayah Iran Tengah. Ia hidup pada era kekuasaan Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid, yang memenangkan sederet pertempuran. Timur Lenk memproklamirkan dirinya sebagai penguasa dan tokoh restorasi Kekaisaran Mongol di Samarkand pada 1370.

Pada 1383, Timur Lenk mulai menaklukan Persia dengan merebut wilayah Herat. Setelah Timur Lenk wafat pada 1405, kerajaan yang didirikannya terbagi menjadi dua dan dipimpin dua anak lelakinya. Salah satu putranya bernama Shah Rukh.

Ketika Timur Lenk berkuasa, ia hanya fokus pada bidang militer dan penaklukan wilayah. Akibatnya, masyarakatnya hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Pada amasa itu, al-Kashi juga merasakan betapa hidupnya begitu sussah karena kemiskinan yang melilitnya.

Hidup dalam kemiskinan, tak membuat al-Kashi putus asa. Semangatnya untuk belajar tak pernah surut. Sejak kecil, matematika dan astronomi telah membetot perhatiannya. Ia sangat mencintai kedua ilmu itu. Seperti para ilmuwan hebat lainnya, ia biasa melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk menimba ilmu pengetahuan.

Setelah Shah Rukh menduduki tampuk kekuasaan, kondisi di tanah kelahirannya mulai membaik. Shah Rukh mulai memperbaiki kehidupan rakyatnya. Dia berusaha meningkatkan ekonomi, kesejahteraan rakyatnya. Bahkan dia juga sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Maka rakyat yang dulu berada dalam penderitaan akibat banyaknya peperangan, kini bisa bernafas dengan lega. Sehingga mereka memikirkan hal-hal yang lebih baik guna memperbaiki kehidupan seperti pendidikan dan seni.

Angin segar yang dibawa Sah Rukh itu membuat ilmu pengetahuan begitu berkembang pesat. Semuanya b erkat dukungan Shah Rukh. Al-Kashi pun memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Dengan giat, ia mengembangkan ilmu astronomi dan matematika yang diakuasainya.

Al-Kashi pun berhasil melakukan observasi terhadap gerhana bulan di Kashan yang tepat terjadi pada 2 Juni 1406. Dukungan kuat terhadap berbagai macam penelitian yang dilakukan al-Kashi juga diberikan oleh Ilugh Beg, penguasa kota Samarkand bagian dari Kerajaan Timur Lenk.

Ulugh Beg merupakan putra Shah Rukh. Ia adalah seorang ilmuwan besar pada masanya. Berbagai macam penelitian dan karya-karya besar al-Kashi banyak yang dipersembahkan kepada Ulugh Beg diantaranya adalah buku tabel astronomi Khaqani Zij yang dibuatnya berdasarkan tabel karya Nasir al-Tusi.

Tanpa bantuan Ulugh Beg, al Kashi tidak mungkin bisa mnyelesaikan berbagai macam karyanya secara menyeluruh. Karya-karya besar Jamshid Al Kashi dalam bidang astronomi dan matematika cukup banyak. Namun untuk menyelesaikan karya-karya besarnya itu, dia mendapatkan banyak bantuan dari Ulugh Beg.

Ulugh Beg membangun sebuah universitas untuk mempelajari ilmu teologi dan ilmu pengetahuan di Samarkand pada 1420. Ia bekerja sama dengan al-Kashi dalam mengerjakan ber bagai proyek penelitian. Selain mengajak al-Kashi, dalam proyeknya, Ulugh Beg juga mengundang seorang ilmuwan hebat Qadi Gaza dalam proyek tersebut.

Sejumlah catatan sejarah ada yang menyebutkan bahwaaAl-Kashi merupakan seorang ahli astronomi dan matematika yang sangat terkemuka di Samarkand. Bahkan dia juga sering disebut sebagai Ptolemy Kedua oleh para ahli sejarah yang hidup pada zaman itu.

Kecermelangan karirnya dalam ilmu pengetahuan dibuktikan dengan sebuh surat yang ditulisnya dari Samarkand kepada ayahnya yang tinggal di Kashan. Dalam surat tersebut, dia menceritakan bagaimana perkembangan kehidupannya yang penuh ilmu pengetahuan. Selain itu, dia juga menceritakan Ulugh Beg yang mulai membangun konstruksi tempat penelitian di Samarkand.

Dalam suratnya, al-Kashi juga menceritakan kehebatan Ulugh Beg dalam bidang matematika. Dia juga tidak lupa menggambarkan kehebatan Qadi Zada yang diseganinya. Ulugh Beg sering mengadakan berbagai rapat dan diskusi untuk membahas masalah astronomi dan matematika.

Namun di antara para ilmuwan yang diundangnya untuk menghadiri diskusi tersebut, hanya al-Kashi dan Qadi Zada saja yang bisa mengikuti dengan baik. Sejumlah ilmuwan lain merasa diskusi matematika dan astronomi tersebut sangat sulit untuk dimengerti.

Setelah meninggalnya al-Kashi, Ulugh Beg pernah memuji kehebatan al-Kashi dengan mengatakan, ''Al-Kashi merupakan ilmuwan yang sangat hebat, salah seorang yang paling terkenal di dunia. Dia sangat sempurna dalam memahami ilmu pengetahuan zaman kuno serta banyak berjasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.''

Sumbangan Al-Kashi bagi Ilmu Pengetahuan

Selama hidupnya, al-Kashi telah menyumbangkan dan mewariskan sederet penemuan penting bagi astronomi dan matematika.

* Bidang Astronomi

Buku tabel astronomi Khaqani Zij

Risalah Instrumen observasi astronomi
Pada 1416, al-Kashi menulis buku berjudul Risalah Instrumen Observasi Astronomi. Dalam buku tersebut, al-Kashi menggambarkan berbagai macam instrumen yang berbeda untuk observasi astronomi seperti triquetrum, bola armillary , equinoctial armillary juga solsticial armillary, sinus, sextant , Fakhri sextant di tempat observatorium Samarkand.

Plate of Conjunctions
Al-Kashi menemukan Plate of Conjunctions semacam alat analog perhitungan yang digunakan untuk menentukan waktu dan hari kapan konjungsi planet akan terjadi.

Computer Planet
Al-Kashi juga menemukan computer planet yang dia sebut sebagai Plate of Zones yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tentang planet seperti prediksi posisi yang benar antara matahari dan bulan dalam garis bujur, garis lintang matahari, bulan, dan planet-planet. Instrumen tersebut juga digunkan untuk mengukur ekliptika matahari.

* Bidang Matematika

Hukum Cosinus
Di Prancis, Hukum Cosinus dikenal sebagai Theoreme d'Al-Kashi (Teorema Al-Kashi). Sebab Al-Kashi merupakan orang yang pertama yang menemukan hukum tersebut. Dia juga memberikan sejumlah alasan mengapa Hukum Cosinus bisa digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan segitiga.

Risalah Kord dan Sinus
Dalam bukunya yang berjudul Risalah Kord dan Sinus, dia menghitung nilai sin 1° dengan sangat akurat. Dari semua ilmuwan matematika pada masanya, hanya Al Kashi yang bisa menilai sin 1° dengan akurat hingga muncullah seorang ahli matematika pada abad ke-16 yakni Taqi al-Din.

Al-Kashi juga mengembangkan berbagai macam metode untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan kubik yang baru dipelajari di Eropa beberapa abad setelah penemuannya. Untuk menghitung nilai sin 1° dengan tepat, Al-Kashi menemukan rumus matematika yang sering disebut sebagai persembahan kepada Francois Viete.

Pecahan desimal

Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno selama berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang diciptakan oleh al-Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya besarnya yang memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas dalam karyanya yang berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal abad ke-15 di Samarkand.

Segitiga Khayyam
Untuk menandingi kebesaran segitiga Pascal, di Persia dikenal Segitiga Khayyam dari nama Omar Khayyam. Segitiga Pascal pertama kali diketahui dari sebuah buku karya Yang Hui yang ditulis pada tahun 1261, salah seorang ahli matematika Dinasti Sung yang termasyhur.

Namun, sebenarnya segitiga tersebut telah dibahas dalam buku karya Al Kashi yang disebut dengan Segitiga Khayyam. Dan kita semua tahu bahwa ilmu di Cina dan Persia itu sudah tua. Sedangkan segitiga Pascal yang dibahas oleh Peter Apian, seorang ahli Aritmatika dari Jerman baru diterbitkan pada 1527. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Segitiga Khayyam muncul terlebih dulu sebelum segitiga Pascal.

Republika Online



read more...

Ahmed Zewail, Bapak Femtokimia

Berkat jasanya ilmu kimia memiliki cabang baru yang disebut Femtokimia. Atas jasanya itu, Zewail didapuk sebagai Bapak Femtokimia.

Para sejarawan sains Barat mengakui bahwa ilmu kimia merupakan warisan peradaban Islam pada era kekhalifahan. Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, mengatakan, para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahan telah meletakkan fondasi ilmu kimia modern.

''Kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam,'' papar Durant. Tak heran jika kimiawan Muslim di era keemasan bernama Jabir Ibnu Hayyan ditabalkan sebagai ''Bapak Kimia Modern''. Kontribusi kimiawan Muslim tak hanya diakui di era keemasan, pada zaman globalisasi pun kimiawan Muslim masih berprestasi.

Salah seorang penerus jejak Jabir Ibnu Hayyan di era modern itu bernama Ahmed Hassan Zewail atau Ahmed Zewail. Ia merupakan ahli kimia Muslim yang pernah meraih hadiah Nobel Kimia pada 1999. Penghargaan bergengsi itu diraihnya setelah berhasil spektroskopi femto laser.

Berkat jasanya ilmu kimia memiliki cabang baru yang disebut femtokimia. Atas jasanya itu, Zewail didapuk sebagai ''Bapak Femtokimia''. Zewail terlahir pada 26 Februari 1946 di Damanhur -- yang terletak 60 Km dari kota Alexandria, Mesir. Ayahnya seorang pegawai negeri sipil, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Sejak remaja, Zewail sangat mencintai ilmu kimia. Bahkan, dia sering menghabisakan waktu berhari-hari untuk melakukan berbagai macam penelitian kimia kecil-kecilan. Kecintaannya terhadap Kimia mendorongnya untuk mendalami ilmu itu dengan sangat serius.

Menurut Zewail, kimia sangat memesona dan memberinya pengalaman-pengalaman yang menakjubkan. ''Kimia menyediakan fenomena laboratorium yang ingin dicoba ulang dan dipahaminya secara terus menerus,'' tuturnya.

Tanpa sepengetahuan orang tuanya, di dalam kamar tidur sendiri, Zewail kecil, sempat merakit sebuah peralatan kecil yang terbuat dari kompor ibunya serta beberapa tabung gelas milik keluraganya untuk mengamati bagaimana sebatang kayu diubah menjadi asap dan cairan.

Selama masa SMA, kegiatan Zewail tak pernah terlepas dari berbagai macam percobaan kimia. Rupanya kimia telah mendarang daging dan menjadi bagian hidupnya. Setamat SM, Zewail memutuskan kuliah di Fakultas Sains Universitas Alexandria, jurusan kimia.

Pada 1967, Zewail lulus dari Fakultas Sains Universitas Alexandria sebagai seorang sarjana kimia dengan meraih predikat cum laude. Melihat prestasinya yang sangat cemerlang di bidang pendidikan, terutama kimia, Zewail akhirnya diangkat sebagai asisten dosen di fakultasnya.

Setelah itu, dia mendapatkan beasiswa S-2 guna mengasah bakat dan ilmunya lebih lanjut. Sebagai seorang asisten dosen dia sangat disukai oleh para mahasiswanya. Sebab selain baik budi pekertinya, dia mampu memberikan penjelasan-penjelasan tentang kimia kepada mahasiswanya dengan baik. Sehingga para mahasiswanya mampu menyerap ilmu yang disampaikannya.

Pada 1969, ia berkesempatan mendapat beasiswa pada prgram doktoral Universitas Pensylvania, Philadelphia, Amerika Serikat. Pertama kali menginjakkan kaki dan belajar di Amerika Serikat membuat Zewail merasa sangat kesulitan. Maklum saja, budaya antara Mesir dan Amerika sangat jauh berbeda. Selain itu, kemampuan berbahasa Inggrisnya masih pas-pasan. Meski begitu, Zewail berbekal tekad baja, ia akhirnya mampu belajar di negara tersebut.

Berbekat otak yang encer, Zewail mampu menyelesaikan disertasinya dalam waktu yang singkat, yakni delapan bulan. Topik penelitian yang dikajinya dalam disertasinya itu tentang interaksi molekul dengan cahaya atau disebut spektroskopi pasangan molukeul (dimer). Pada 1974, Zewail meraih gelar doktor.

Begitu menyelesaikan studinya, wilayah Timur Tengah dilanda peperangan dan mengalami pergolakan hebat. Zewail pun memutuskan kembali ke tanah kelahirannya, Mesir. Ia akhirnya bekerja sebagai peneliti pascadoktoral di Universitas Barkeley selama dua tahun dan melamar posisi dosen ke universitas-universitas ternama di Amerika Serikat.

Setelah menerima beberapa tawaran, ia memutuskan memilih berkarir pada California Institute of Technology di California. Di universitas tersebut, Zewail melakukan penelitian keadaan transisi reaksi kimia.

Keadaan transisi reaksi kimia adalah waktu yang harus dilalui molekul atau atom saat bereaksi. Keadaan ini sangat sulit diamati sebab terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Waktu keadaan transisi yaitu dalam rentang femtodetik (sepuluh pangkat minus 15 detik). Sebagai gambaran, satu femtodetik setara dengan satu detik dibagi 32 juta tahun.

Seperti para ahli kimia yang sudah melakukan penelitian sebelumnya, Zewail menghadapi berbagai macam masalah teknis dalam melakukan penelitian keadaan transisi ini. Bahkan beberapa ilmuwan mengatakan, apa yang dilakukan Zewail itu tidak akan berhasil.

Zewail tak seperti ahli kimia lainnya yang pesimistis. Ia justru tertantang dan sekamin intensif dalam penelitiannya. Saking bersemangatnya, ia sering berada di laboratorium sampai pukul 4 pagi dan menghabiskan bergelas-gelas kopi.

Dia terus saja fokus terhadap penelitiannya. Hingga akhirnya, pada akhir1980-an, Zewail berhasil mengamati keadaan transisi reaksi kimia garam natrium iodida dengan spektotrofotometer baru ciptaannya, yang sumber cahayanya berasal dari laser berdurasi femtodetik.

Meski berhasil dalam penelitiannya, Zewail belum merasa puas. Dia menggunakan alatnya itu untuk meneliti reaksi-reaksi kimia lain dari cairan, padatan, gas, dan bahkan reaksi-reaksi kimia hayati (reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup). Penelitian-penelitian Zewail tersebut diakui dan dipuji sebagai terobosan oleh komunitas ilmiah. Beberapa tahun kemudian, penelitian-penelitan Zewail dan koleganya melahirkan cabang baru ilmu kimia yang disebut femtokimia.

Tidak hanya itu, pada 1999, Zewail pun dianugerahi Hadiah Nobel Kimia. Dengan demikian, Zewail adalah peletak dasar pengembangan femtokimia, sehingga ia layak disebut sebagai Bapak Femtokimia.

Bahkan Zewail pernah dinominasikan menjadi salah satu anggota Presidential Council of Advisors on Science and Technology (PCAST) bagi kepemimpinan Presiden Amerika Serikat yang baru Barack Obama. PCAST berbicara pnajang lebar mengenai edukasi, ilmu pengetahuan, pertahanan, energi, ekonomi, serta teknologi.

Prestasi dan Karya Penerus Jabir Ibnu Hayyan

Atas penemuannya terhadap ilmu femtokimia, Zewail mendapatkan berbagai macam penghargaan. Selain mendapatkan Nobel Kimia, ia juga meraih penghargaan Wolf Prize dalam bidang kimia pada 1993 dari Wolf Foundation. Tolman Medal dan Robert A Welch Award juga sempat dianugerahkan kepadanya pada 1997.

Pada 1999, dia mendapatkan gelar penghormatan tertinggi di Mesir yaitu Grand Collar of the Nile. Zewail juga mendapatkan sempat menerima gelar kehormatan PhD Honoris dari Lund University di Swedia pada Mei 2003. Ia juga tercatat sebagai salah seorang anggota Royal Swedish Academy of Sciences.

Cambridge University juga menganugerahinya gelar Honorary Doctorate in Science pada 2006. Dua tahun kemudian, tepatnya Mei 008, Zewail juga menerima menerima PhD Honoris Causa dari Complutense University of Madrid. Setahun kemudian, ia juga diberikan honorary PhD dalam seni dan ilmu pengetahuan dari University of Jordan.

Kecintaan Zewail terhadap ilmu pengetahuan, terutama kimia membuatnya tak pernah lelah untuk menuliskan berbagai macam cara dia melakukan percobaan kimia, termasuk prosesnya, hingga akhirnya mendapatkan hasil reaksi kimia yang mengagumkan.

Dia terus menerus menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan ilmu kimia untuk membagikan pengetahuannya terhadap kimia kepada semua orang. Sejumlah karya-karya besar Zewail dalam ilmu kimia antara lain: Advances in Laser Spectroscopy I, Advances in Laser Chemistry, Photochemistry and Photobiology, Volume 1 dan 2, Ultrafast Phenomena VII, The Chemical Bond: Structure and Dynamics, Ultrafast Phenomena VIII, serta Ultrafast Phenomena IX.

Selain itu, dia juga menulis karya lainnya bertajuk, Femtochemistry: Ultrafast Dynamics of the Chemical Bond, serta Voyage Through Time: Walks of Life to the Nobel Prize. Buku yang terkait dengan peristiwa Zewail mendapatkan Nobel ini diterjemahkan ke dalam 17 bahasa antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Romania, Hungaria, Rusia, Arabi, Cina, Korea, Indonesia, India

Ia juga menulis buku bertajuk Age of Science, Time (Al Zaman, in Arabic), Dialogue of Civilizations 2007, Physical Biology: From Atoms to Medicine, serta 4D Electron Microscopy.

Selain menulis berbagai macam buku tersebut, Ahmad Zewail juga menjadi editor Encyclopedia of Analytical Chemistry. Hal itu dilakukannya supaya tidak ada kesalahan dalam menuliskan ensiklopedia kimia tersebut.

Republika Online



read more...