Monday, January 11, 2010

Sisi Biologi dan Kedokteran Imam Al Ghazali

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali merupakan seorang pemikir yang multi talenta yang banyak menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu teologi, filsafat, astronomi, politik, sejarah, ekonomi, hukum, kedokteran, biologi, kimia, sastra, etika, musik, maupun sufisme. Dia adalah teolog Islam, ahli hukum, ahli filsafat, kosmologi, psikolog, maupun biologi. Dia dilahirkan di Tus, Provinsi Khorasan, Persia dan hidup antara tahun 1058 hingga 1111.

Al Ghazali yang sering disebut juga Algazel merupakan salah satu sarjana yang paling terkenal dalam sejarah pemikiran Islam Sunni. Dia dianggap sebagai pelopor metode keraguan dan skeptisisme. Salah satu karya besarnya berjudul Tahafut Al Falasifah atau The Incoherence of the Philosophers. Dia berusaha mengubah arah filsafat awal Islam, bergeser jauh dari metafisika Islam yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani kuno dan Helenistik menuju filsafat Islam berdasarkan sebab-akibat yang ditetapkan oleh Allah SWT atau malaikat perantara, sebuah teori yang kini dikenal sebagai occasionalism.

Keberadaan Al Ghazali telah diakui oleh sejarawan sekuler seperti William Montgomery Watt yang menyebutnya sebagai Muslim terbesar setelah Muhammad. Selain kesuksesannya dalam mengubah arah filsafat Islam awal Neoplatonisme yang dikembangkan atas dasar filsafat Helenistik, Dia juga membawa Islam ortodoks ke dalam ilmu tasawuf. Al Ghazali juga sering disebut sebagai Pembuktian Islam, Hiasan keimanan, atau Pembaharu agama. Dalam buku berjudul Historiografi Islam Kontemporer disebutkan, seorang penulis bernama Al Subki dalam bukunya yang berjudul Thabaqat Al Shafiyya Al Kubra pernah menyatakan, “Seandainya ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad, maka manusianya adalah Al Ghazali.” Hal ini menunjukkan tingginya ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki Al Ghazali.

Pengaruh Al Ghazali baik dalam bidang agama maupun ilmu pengetahuan memang sangat besar. Karya-karya maupun tulisannya tak pernah berhenti dibicarakan hingga saat ini. Pengaruh pemikirannya tidak hanya mencakup wilayah di Timur Tengah tetapi juga negara-negara lain termasuk Indonesia dan negara barat lainnya. Para ahli filsafat barat lainnya seperti Rene Descartes, Clarke, Blaise Pascal, juga Spinoza juga mendapatkan banyak pengaruh dari pemikiran Al Ghazali.

Kebanyakan orang-orang mengenal pemikiran Al Ghazali hanya dalam bidang teologi, fiqih, maupun sufisme. Padahal dia merupakan seorang ilmuwan yang hebat dalam bidang ilmu biologi maupun kedokteran. Dia telah menyumbangkan pemikiran dan jasa yang besar dalam bidang kedokteran modern dengan menemukan sinoatrial node (nodus sinuatrial) yaitu jaringan alat pacu jantung yang terletak di atrium kanan jantung dan juga generator ritme sinus. Bentuknya berupa sekelompok sel yang terdapat pada dinding atrium kanan, di dekat pintu masuk vena kava superior. Sel-sel ini diubah myocytes jantung. Meskipun mereka memiliki beberapa filamen kontraktil, mereka tidak kontraksi. Penemuan sinoatrial node oleh Al Ghazali ini terlihat dalam karya-karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal, Ihya Ulum Al Din, dan Kimia Al-Sa'adat. Bahkan penemuan sinoatrial node oleh Al Ghazali ini jauh sebelum penemuan yang dilakukan oleh seorang ahli anatomi dan antropologi dari Skotlandia, A. Keith dan seorang ahli fisiologi dari Inggris MW Flack pada tahun 1907. Sinoartrial node ini oleh Al Ghazali disebut sebagai titik hati.

Dalam menjelaskan hati sebagi pusat pengetahuan intuisi dengan segala rahasianya, Al Ghazali selalu merumuskan hati sebagai mata batin atau disebut juga inner eye dalam karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal yang diterjemahkn oleh C. Field menjadi Confession of Al Ghazali. Dia juga menyebut mata batin sebagai insting yang disebutnya sebagai cahaya Tuhan, mata hati, maupun anak-anak hati. Kalu titik hati Al Ghazali dibandingkan dengan sinoartrial node, maka akan terlihat bahwa titik hati sebenarnya mempunyai hubungan erat dengan sinoartrial node. Dia menyebutkan bahwa titik hati tersebut tidak dapat dilihat dengan alat-alat sensoris sebab titik tersebut mikroskopis. Para ahli kedokteran modern juga menyatakan sinoartrial node juga bersifat mikroskopis.

Al Ghazali menyebutkan titik hati tersebut secara simbolis sebagai cahaya seketika yang membagi-bagikan cahaya Tuhan dan elektrik. Menurut gagasan modern, dalam satu detik, sebuah impuls elektrik yang berasal dari sinoartrial node mengalir ke bawah lewat dua atria dalam sebuah gelombang setinggi 1/10 milivolt sehingga otot-otot atrial dapat melakukan kontraksi.

Pada era modern ini para ahli anatomi menyatakan pembentukan tindakan secara potensial berasal dari hati, yaitu kontraksi jantung yang merupakan gerakan spontan yang terjadi secara independen dalam suatu sistem syaraf. Dia juga menyatakan bahwa hati itu merdeka dari pengaruh otak dalam karyanya yang berjudul Al-Munqidh min Al-Dhalal. Para pemikir modern banyak yang mengatakan, suatu tindakan kadang terjadi melalui mekanisme yang tak seorang pun tahu mengenainya. Namun Al Ghazali mengatakan, tindakan yang terjadi melalui mekanisme yang tak diketahui tersebut sebenarnya disebabkan oleh sinoartrial node. Dia juga menyatakan penguasa misterius tubuh yang sebenarnya adalah titik hati tersebut, bukanlah otak.

Al Ghazali tidak hanya menggambarkan dimensi fisik sinoartrial node tetapi dia juga menggambarkan dimensi metafisik dari sinoartrial node. Hal ini jauh berbeda dengan pandangan para pemikir sekuler yang hanya mampu menggambarkan sinoartrial node secara fisik semata. Secara metafisik, Al Ghazali menggambarkan sinoartrial node sebagai pusat pengetahuan intuitif atau inspirasi ke-Tuhanan yang bisa berfungsi sebagi peralatan untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan kepada hambanya. Namun orang yang bisa memfungsikan sinoartrial node hanyalah orang yang telah mencapai penyucian diri sendiri atau orang yang sangat beriman kepada Allah SWT.

Dukungan Al Ghazali terhadap pengembangan ilmu anatomi dan pembedahan

Selain menemukan sinoartrial node, Al Ghazali juga memberikan sumbangan lain dalam bidang kedokteran dan biologi. Catatan sejarah menyebutkan, tulisan-tulisan Al Ghazali diyakini menjadi pendorong bangkitnya kemauan untuk melakukan studi kedokteran pada abad pertengahan Islam, khususnya ilmu anatomi dan pembedahan.

Dalam karyanya The Revival of the Religious Sciences, dia menggolongkan pengobatan sebagai salah satu ilmu sekuler yang terpuji (mahmud) dan menggolongkan astrologi sebagai ilmu sekuler yang tercela (madhmutn). Sehingga dia sangat mendorong orang-orang untuk memepelajari ilmu pengobatan. Saat membahas tentang meditasi (Tafakkur), dia menjelaskan anatomi tubuh pada sejumlah halaman bukunya secara rinci untuk menjelaskan posisi yang cocok guna melakukan kontemplasi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Al Ghazali juga membuat pernyataan yang kuat guna mendukung orang-orang untuk mempelajari ilmu anatomi dan pembedahan dalam karyanya yang berjudul The Deliverer from Error. Dia menyebutkan, naturalis (al-tabi'yun) adalah sekelompok orang yang terus-menerus mempelajari alam, keajaiban binatang dan tumbuhan. Mereka juga sering terlibat dalam ilmu anatomi maupun pembedahan (ilm at-tashriih) dari tubuh hewan. Melalui proses pembedahan itu mereka mampu merasakan keajaiban rancangan Allah SWT dan kebijaksanaan-Nya serta keajaiban-Nya. Dengan ini mereka dipaksa untuk mengakui Allah SWT merupakan Penguasa alam semesta dan siapapun bisa mengalami kematian. Tidak seorang pun dapat belajar anatomi maupun pembedahan dan keajaiban kegunaan dari bagian-bagian organ tubuh tanpa mengetahui kesempurnaan desain ciptaan Allah yang berhubungan dengan struktur (binyah) binatang maupun struktur manusia. Dengan demikian, Al Ghazali menganggap dengan mempelajari ilmu anatomi maka manusia akan sadar dengan kehebatan Allah SWT yang Maha Agung sehingga hal itu membuatnya lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta.

Dukungan kuat Al Ghazali untuk memajukan studi tentang anatomi dan pembedahan memberikan pengaruh yang kuat dalam kebangkitan ilmu anatomi dan pembedahan yang mulai dilakukan oleh pada dokter Muslim pada abad 12 dan 13. Sejumlah dokter sekaligus ilmuwan hebat Muslim yang mulai mendorong kebangkitan ilmu anatomi dan pembedahan pada masa itu antara lain Ibn Zuhr, Ibn al-Nafis, maupun Ibn Rusyd. dya/taq

Republika.co.id


read more...

Sejumlah Temuan Para Tabib Muslim

Banyak naskah berserak yang mengungkapkan temuan sejumlah penyakit mental dan syaraf di masa Turki Ottoman.

Perkembangan ilmu pengetahuan terus melaju di masa Islam. Beragam temuan di berbagai bidang terungkap pula. Demikian pula yang terjadi di bidang kedokteran atau pengobatan. Pada masa Turki Ottoman, tabib Muslim menemukan sejumlah penyakit mental dan syaraf (neurologis).

Ada banyak naskah berserak mengenai penemuan jenis penyakit tersebut. Ada pula naskah yang hilang akibat penghancuran saat wilayah Islam diinvasi. Di sisi lain, terdapat naskah yang hancur karena ditelan masa. Namun, ada sejumlah naskah yang bisa terselamatkan.

Naskah yang mengungkap temuan-temuan itu dibuat antara abad ke-15 dan ke-18. Sejumlah penyakit mental dan syaraf yang dijelaskan dalam naskah itu, di antaranya ihtinak rahm (histeris) dan hafakan atau yurek oynamasi (kegelisahan ).

Di samping itu, ada pula beberapa penyakit suciye muptela olanlar (kecanduan alkohol), afyonkesler ve berse muptel olanlar (kecanduan opium), dan kecanduan tembakau yang sekarang orang yang mengalaminya sering disebut sebagai perokok akut.

Dalam naskah medis itu, terungkap pula penyakit yang disebut teza'zu-i dimag (cedera kepala traumatis). Hal ini bisa terjadi jika seseorang jatuh dari tempat yang tinggi, mendapat pukulan keras di kepala, dan jika kepala dipukul dengan keras berkali-kali saat berkelahi.

Penyakit mental yang disebutkan dalam naskah medis ini, termasuk dalam pembahasan penyakit kepala yang disebut dengan sersam. Secara etimologi ser itu berarti kepala dan sam berarti bengkak. Gejala utama penyakit sersam adalah kebingungan pikiran.

Gejala lainnya, mereka yang menderita penyakit itu, selalu berbicara melantur dan tak jelas, merasakan demam, dan tubuh gemetar. Ada jenis sersam lainnya yaitu feranitis. Penyakit ini merupakan pembengkakan pada selaput otak. Di dunia kedokteran modern disebut meningitis.

Tipe lain dari sersam adalah demevi verem (flegmoni) yang merupakan penyakit berupa peradangan pada otak. Penyakit itu, sering disebut ensefalitis. Beberapa gejalanya, antara lain, wajah dan mata pasien berubah menjadi merah, mata lebih menonjol, dan sakit kepala hebat.

Selain itu, pasien terus merasa terganggu, kejang-kejang, mudah mengantuk, dan muntah-muntah. Jenis terburuk dari sersam adalah subari yang dalam bahasa Turki disebut ifratla olan sersam-i tiz. Gejala utama subari adalah divanelik (kegilaan) dan asuftelik (kegelisahan).

Gejala lainnya, penderita tak dapat tidur dengan baik, mengalami mimpi buruk, lalu terbangun dalam keadaan ketakutan yang luar biasa, matanya kadang berubah menjadi merah darah, kadang-kadang bagian putih dari matanya menjadi kuning, gerakan matanya lambat, dan melantur.

Pada awalnya penderita subari merasa sangat gelisah, tetapi rasa gelisah itu kemudian menurun hingga dia hampir tidak dapat membuka matanya, mengalami demam tinggi, lidah bengkak, mulut kering, denyut nadi semula cepat dan kuat tetapi kemudian menjadi lemah dan lambat.

Napas penderita penyakit ini, semula kuat tetapi kemudian melemah, merasa seperti sakit di leher sehingga tampak pembuluh darahnya sedang tegang. Jenis terakhir sersam adalah soguk sersam (sersam dingin). Ini merupakan jenis sersam tanpa demam.

Dalam bahasa Arab-Turki, penyakit ini sering disebut nisyan dan unutsaguluk yang berarti kelupaan. Gejala utama dari sersam dingin adalah pelupa. Beberapa gejala khusus dari sersam dingin, antara lain, sakit kepala ringan tanpa disertai demam.

Selain itu, gejala lain yang menyerang penderita adalah perasaan mengantuk yang sangat kuat, mengalami lupa pada tingkat yang ekstrem, lambat dalam bergerak, denyut nadi perlahan-lahan dan ringan, sesak napas, sering menguap, dan memiliki air liur berlebihan.

Penderita penyakit ini, mengalami pula kebingungan dan tak mampu membedakan antara baik dan buruk. Penyakit ini seperti gejala penyakit demensia. Naskah medis tersebut, juga menjelaskan mengenai penyakit humre dan demregu, yang masuk kategori penyakit yang menyerang otak.

Tak ada penjelasan yang lengkap dan perinci apakah humre dan demregu termasuk dalam jenis sersam atau tidak. Namun, dalam kamus disebutkan bahwa humre adalah erysipelas (api luka) yang dalam bahasa Turki disebut yilancik, alazlama.

Sedangkan demregu merupakan penyakit yang disebut dengan tarama sozlugu atau penyakit lumut. Penyakit tersebut memiliki tiga gejala yang berbeda di antaranya, sakit kepala, merasakan kepanasan, merasakan kedinginan pada kulit wajah, dan warna mata kekuning-kuningan.

Lalu, dari waktu ke waktu wajah penderita memanas dan matanya menjadi merah. Penderita akan merasa demam dan gemetar. Bahkan, demam dan gemetar itu Jauh lebih hebat daripada penderita penyakit flegmoni. Sebagian besar dari mereka akhirnya meninggal dalam kurun tiga hari.

Jika mereka mampu menghadapi masa kritis dan sanggup bertahan selama tiga hari, mereka memiliki banyak harapan hidup. Penyakit tersebut kemungkinan menyebabkan komplikasi ketika dibiarkan tanpa pengobatan yang baik, efektif, dan teratur.

Melatih Para Calon Tabib

Perkembangan di bidang medis, tak terjadi begitu saja. Demikian pula dengan sejumlah penyakit yang berhasil diidentifikasi dan ditemukan para tabib Muslim di masa Turki Ottoman. Ada konsep dan metode yang memang diterapkan untuk melakukan pelatihan bagi mereka yang bergelut di bidang medis.

Selain para tabib, yang sering pula disebut sebagai ahli penyakit dalam, ada pula spesialis lainnya misalnya di bidang bedah, orthopedist, herbalis, dan mereka yang memiliki spesialisasi lainnya yang terkait dengan layanan kesehatan publik. Mereka mendapatkan pelatihan dan pendidikan dengan cara yang berbeda-beda.

Dokter atau tabib, memiliki posisi tertinggi dalam kelas pelatihan. Mereka biasanya mendapatkan pengajaran di sebuah madrasah dan dar al-shifa atau rumah sakit. Di rumah sakit Ottoman, seperti di Rumah Sakit Seljuk Kayseri (1205-6), mereka mendapatkan pelatihan baik dalam bentuk teori maupun praktik.

Seseorang yang ingin menjadi tabib disebut talib dan mereka yang menjadi siswa madrasah yang kelak menjadi tabib disebut shaqirdi tabib. Mereka mempelajari sejumlah kasus klinis di rumah sakit dan belajar tentang teori pengobatan di madrasah, juga membaca manuksrip medis di perpustakaan.

Untuk memberikan pelatihan yang baik, Pemerintah Ottoman melakukan sejumlah langkah. Di antaranya adalah membangun sejumlah rumah sakit baru. Salah satu rumah sakit yang dibangun untuk keperluan itu adalah RS Bursa (1399), yang merupakan bagian dari kompleks Sultan Yildirim, di mana para siswa kedokteran mendapat pelatihan di sana.

Sejumlah kalangan menyebutnya sebagai dar al-tib atau sekolah kedokteran. Ada pula Rumah Sakit Fatih (1470) yang terletak di Istanbul. Mereka yang mengajar kedokteran disebut darsiam dan para siswa kedokteran disebut dengan tabib shaqirdi.

Sebuah sekolah kedokteran yang terpisah didirikan di Kompleks Suleymaniye (1556-7), di mana kedokteran menjadi sebuah disiplin ilmu yang independen. Para siswa kedokteran yang belajar di sekolah tersebut melakukan praktik kedokteran di rumah sakit yang ada di dekat sekolah tersebut.

Mereka tak hanya mendalami ilmu kedokteran tetapi juga mempelajari hukum Islam, filsafat, literatur, dan bahasa Arab. Bahkan, mereka juga mesti mampu menguasai beragam ilmu pengetahuan. Biasanya, selama pendidikan di madrasah mereka dibekali berbagai ilmu itu sebelum melakukan praktik di rumah sakit.

Republika.co.id


read more...